JAKARTA — Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ustaz Muhammad Ziyad menekankan pentingnya sosialisasi dana haji kepada masyarakat luas.
“Inilah yang menjadi tugas kolektif kita untuk melakukan sosialisasi, mengapa masyarakat kita ini melakukan respon yang berbeda-beda (terkait kenaikan dana haji)? Itu lebih karena pola komunikasi kita (sebagai lembaga yang berwenang),” tutur Ustaz Ziyad dalam Halaqah Mingguan Infokom MUI, Rabu (01/02/2023).
Dalam halaqah yang bertajuk “Polemik Kenaikan Biaya Jamaah Haji: Menengok Model Bisnis BPKH” Ziyad menjelaskan masih banyak lapisan masyarakat awam yang bahkan tidak mengenal bedanya BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) dan Bipih (Biaya Perjalanan Haji). “Seakan-akan BPIH dan Bipih sama itu loh, padahal ada konsep yang berbeda, selama ini dipahami oh sama saja,” terangnya.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa BPIH dan Bipih adalah dua hal yang berbeda meski penamaannya mirip. BPIH adalah keseluruhan dari bodi anggaran biaya penyelenggaraan haji yang saat ini, menurut keterangan menag telah menyentuh angka Rp 98,8 juta. Sedang Bipih adalah merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh jamaah yang saat ini masih Rp 39 juta dan direncanakan naik menjadi Rp 69 juta.
“Para jamaah kita ini mestinya bersyukur, mestinya harus membayar sekian (lebih dari 39 juta) tapi hanya harus membayar 39 juta saja, ternyata (setelah dijelaskan) para jamaah tidak tahu dan baru tahu, ini kan berarti menyangkut sosialisasi,” jelas Ustaz Ziyad.
Wasekjen MUI juga memberi usul agar kenaikan dana haji ini tidak menzalimi jamaah yang berasal dari kalangan bawah. “Bagaimana kita tetap juga memberikan pembelaan kepada jamaah-jamaah yang mohon maaf, tingkat ekonominya memang menabung, 10 ribu, 20 ribu, 30 ribu, yang dengan harapan dia nanti di puncaknya bisa berangkat,” tegasnya. (Ilham Fikri/Fakh)