Perubahan iklim, cuaca ekstrem, sepintas lalu sepenuhnya tampak di luar kendali manusia dan kita tidak bertanggung jawab atas dampaknya.
Namun, dalam kitab suci Alquran jelas disebutkan kerusakan planet bumi tidak lepas dari tangan jahil manusia.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melaporkan bahwa bencana yang terkait dengan cuaca, selama 50 tahun terakhir ini meningkat dan menyebabkan banyak kerusakan.
Di wilayah Asia sendiri, tercatat 3.454 bencana dari tahun 1970-2019, menyebabkan setidaknya 975.622 nyawa melayang. Kerugian ekonomi yang dilaporkan mencapai 1,2 triliun dolar AS.
Lebih dari itu, Asia menyumbang hampir sepertiga (31 persen) dari bencana terkait cuaca, iklim, dan air yang dilaporkan secara global.
Dampak peningkatan variabilitas iklim dan cuaca ekstrem seperti hujan lebat, badai tropis, angin topan, banjir, dan kekeringan, memaksa Organisasi Pangan dan Pertanian PBB mengeluarkan peringatan dini tentang potensi terjadinya krisis pangan akut di beberapa negara di dunia.
Kerawanan pangan akut secara global terus meningkat. Menurut Global Report on Food Crisis 2022, yang baru-baru ini diterbitkan, hingga 205 juta orang diperkirakan menghadapi kerawanan pangan akut dan membutuhkan bantuan mendesak. (Lihat selengkapnya: Hunger Hotspots FAO-WFP early warnings on acute food insecurity, October 2022 to January 2023 Outlook)
Perubahan iklim dan dampak turunannya bukan sepenuhnya fenomena alam di luar kendali manusia. Sebab, perubahan iklim terjadi akibat apa yang kita sebut sekarang sebagai efek gas rumah kaca.
Perluasan Industri kapitalis, bahan bakar transportasi, hingga makanan yang tidak dihabiskan menyumbang peningkatan suhu bumi. Padahal Allah SWT berfirman:
الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۗ مَا تَرٰى فِيْ خَلْقِ الرَّحْمٰنِ مِنْ تَفٰوُتٍۗ فَارْجِعِ الْبَصَرَۙ هَلْ تَرٰى مِنْ فُطُوْرٍ
“(Dia juga) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Mahapengasih ketidakseimbangan sedikit pun. Maka, lihatlah sekali lagi! Adakah kamu melihat suatu cela?” (QS Al-Mulk [67]:3)
Ayat di atas menunjukkan betapa bumi diciptakan penuh keteraturan. Sedikit saja harmonisasi alam diusik, alam akan memperlihatkan kengeriannya.
Perlu diketahui, pemanasan suhu rata-rata global yang menyebabkan sedemikian rupa kekacauan tadi, hanya meningkat satu derajat celcius saja.
Isyarat Alquran pada ayat tersebut bukan sekadar informasi, melainkan di balik ayat itu, terkandung pesan kuat bagi manusia sebagai khalifah di bumi menjaga keseimbangannya.
Gambaran bagaimana alam menyajikan keteraturan yang tidak ada presedennya, tergambar pada ayat berikut, Allah SWT berfirman:
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَسَلَكَهٗ يَنَابِيْعَ فِى الْاَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهٖ زَرْعًا مُّخْتَلِفًا اَلْوَانُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهٗ حُطَامًا ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَذِكْرٰى لِاُولِى الْاَلْبَابِ
“Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia mengalirkannya menjadi sumber-sumber air di bumi. Kemudian, dengan air itu Dia tumbuhkan tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian ia menjadi kering, engkau melihatnya kekuning-kuningan, kemudian Dia menjadikannya hancur berderai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi ululalbab.” (Qs az-Zumar [39]:21)
Sudah jelas, ayat barusan menunjukkan Allahn SWT menghendaki bumi ini menjadi tempat bernaung yang nyaman bagi seluruh makhluk hidup. Akan tetapi, manusia abad ini, sepertinya berkehendak lain.
Jangankan menjaga bumi untuk makhluk lain, sebagaimana seharusnya seorang khalifah, manusia bahkan membawa bumi untuk menghancurkan spesiesnya sendiri.
Bagaimana kengerian alam sudah menjadi tak bersahabat akibat ulah manusia, telah terprediksi dan tervisualilasi dengan utuh dalam Alquran yang turun 14 abad lalu. Allah SWT berfirman:
وَاِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْۖ وَاِذَا الْوُحُوْشُ حُشِرَتْۖ وَاِذَا البِحَارُ سُجِّرَتْ
“Apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak terurus), apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, apabila lautan dipanaskan.” (QS al-Takwir [81]: 4-6)
Pemaknaan ayat di atas, jelas Ibnu ‘Asyur, seorang ahli tafsir yang masyhur berkat tafsir bercorak maqasidinya, tidak hanya dilihat dari permukaan teks saja. Unta-unta bunting pada ayat di atas, dapat juga diartikan sebagai metafor dari awan mendung.
Orang Arab biasa mengungkapkan awan mendung yang sudah terlihat akan meneteskan air hujan sebagai unta bunting karena memang bentuknya serupa. Mengapa awan mendung sebagai hal paling ditunggu orang yang tinggal padang pasir sudah tidak dihiraukan?
Karena di saat itu, bumi sudah sama sekali tidak menurunkan air hujan.
Mendung hanya sebatas mendung, tanpa hujan. Orang-orang di masa itu sudah mengetahuinya, sebab itu dalam pandangan mereka tidak ada gunanya mengharapkan hujan walau awan sudah mendung, terlihat buncit bak unta bunting.
Adapun hewan-hewan berkumpul, itu sudah menjadi tabiatnya, instingnya akan membuat mereka berkerumun ketika bencana terjadi. Ayat tersebut ingin menunjukkan bumi sudah kacau dan bencana terjadi di mana-mana.
Terlebih ayat yang mengungkapkan laut dipanaskan. Ayat tersebut seolah dengan tepat menggambarkan pemanasan global, ketika suhu bumi sudah semakin panas, air laut akan membanjiri daerah pesisir karena es kutub mencair. Isyarat bahwa alam sudah tidak lagi seimbang akibat ulah manusia yang merusaknya. (Lihat selengkapnya Ibnu ‘Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, juz 30, hlm. 142)
Kemudian Allah SWT berfirman:
عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّآ اَحْضَرَتْۗ
“Setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya.” (QS At-Takwir [81]:14)
Ayat ini seolah menceritakan bagaimana manusia baru menyadari apa yang telah ia perbuat, setelah planet yang dia tinggali sudah tidak layak huni.
Boleh jadi, “ramalan” Alquran di atas sengaja “dibocorkan” kepada umat manusia agar manusia mawas diri dan berusaha sekuat tenaga agar ramalan buruk itu setidaknya tidak buru-buru terjadi.
Apa yang bisa dilakukan oleh kita adalah hal-hal sederhana seperti menghindari transportasi berbahan bakar fosil bila menuju tempat yang sebenarnya bisa ditempuh dengan jalan kaki dan lebih memilih transportasi umum. Kemudian, lebih bijak dalam penggunaan energi di rumah.
Selalu habiskan makanan, karena ternyata, sampah makanan yang tidak kita habiskan turut andil dalam pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim. Di mana, perubahan iklim sama dengan kehancuran planet bumi dan segala kehidupan di dalamnya. (Ilham Fikri, ed: Nashih)