JAKARTA – Lembaga Kesehatan Majelis Ulama Indonesia (LK MUI) menyelenggarakan workshop penguatan pengobatan secara syar’i, Sabtu (24/12/22). Pengobatan Syar’i tersebut mengacu pada istilah Tibbun Nabawi atau pengobatan ala Nabi Muhammad SAW.
Tibbun Nabawi ini memang beberapa kali dibahas dalam kajian LK MUI. Sampai saat ini yang menjadi masalah ada pada keakuratan metode ini dan level penerimaannya di dunia kesehatan modern.
Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan mendorong agar metode ini semakin diperkuat. Selain dari aspek kualitas, Buya Amir juga mendorong agar pengobatan ini bisa diterima banyak pihak.
“Saya mendukung semua pihak untuk memperkuat pengobatan secara Syari’ah yahh dipadukan juha dengan pengobatan secara syar’i, ” ujar beliau Sabtu (24/12) di Aula Buya Hamka MUI, Jakarta.
Agar diterima semua kalangan, dia menambahkan, pengobatan sejenis ini tidak hanya harus sesuai syariah saja namun juga harus sesuai dengan standard pengobatan modern.
Apabila diuji di hadapan ilmuan, ujar Buya Amir, pengobatan jenis ini harus bisa dipertanggung jawabkan secara medis maupun ilmu kedokteran.
“Pengobatan ini harus aman secara syar’i dan juga aman secara aturan hukum Indonesia. Sehingga semua pihak, terutama dokter dan pasien mendapat pelayanan (khodimul ummah) dan perlindungan (himayatul ummah) dengan mitra strategis pemerintah (sodiqul hukuman) untuk mewujudkan umat yang sehat dan bangsa hang kuat, ” pungkasnya.
Workshop yang diselenggarakan secara hybrid itu dihadiri oleh 90 peserta dengan narasumber Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, Ketua MUI Bidang Kesehatan KH Sodikun, Ketua MUI Bidang Hukum dan HAM Prof Noor Achmad, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Nurul Fallah, Wakil Ketua Lembaga Kesehatan MUI Muhammad Bayu Wahyudi.
Selain itu, kegiatan juga diisi oleh Dekan Fakultas Kedokteran UIN Jakarta Hari Hendarto, Ketua Forum Kedokteran Islam Indonesia Iwang Yusuf, dan Ketua Umum Persatuan Dokter Herbal Medis Indonesia Slamet Sudi Santoso. (Dhea Oktaviana/Azhar)