JAKARTA— Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud, turut hadir sebagai peserta pada acara R20 atau Religion of Twenty 2022 di Bali, Rabu (2/11/2022).
Forum para pemimpin agama-agama dan sekte-sekte dengan peserta utama dari negara-negara anggota G20 dengan memanfaatkan posisi presidensi Indonesia tahun ini.
Meski demikian, R20 juga mengundang para pemimpin agama dari negara lain di luar G20 sehingga total ada 32 negara.
“Ya saya datang atas undangan Panitia G20 Religion Forum ( R20) International Summit of Religious Leaders, yang pada acara ini di bahas tentang coexisting antara satu agama dan agama lainnya, yang pada pemahaman saya bahwa muamalah dalam berbangsa dan bernegara dalam ajaran Agama kita adalah sudah diatur dalam syariahnya, sehingga bagaimana kita bisa hidup berdampingan yang saling menjaga harmonisasi dalam berbangsa dan bermasyarakat,” kata Waktum MUI saat diwawancara media.
MUI berharap diskusi pada R20 ini membuahkan hasil pada perdamaian dunia, khususnya negara yang sedang perang.
“Khususnya saya berharap, dalam diskusi-diskusi ini mengharapkan bahwa konflik-konflik yang terjadi di beberapa negara Muslim yang telah lama berlangsung dan tambah perang Rusia Ukraina segera bisa di hentikan dan untuk menghentikannya adalah dengan dialog seperti yang sekarang sedang dilaksanakan di Bali ini,” ujarnya.
Kiai Marsudi optimis agenda ini dapat membawa kehidupan damai antarnegara, antarumat beragama serta dapat menghentikan Islamofobia.
Dia menjelaskan, konflik sudah ada dari zaman Qabil dan Habil anak Nabi Adam sampai sekarang, yang terpenting bagaimana agama mendorong untuk melaksanakan ishlah jika ada konflik, itu kewajiban kita, begitu pula ketika masih ada kelompok yang belum bisa menerima kelompok lainnya.
Termasuk Islamofobia, kata dia, itulah tugas tokoh-tokoh agama di sini yang kumpul di sini untuk saling membawa umatnya menghormati satu sama lain, diawali dengan pertemuan dan duduk bersama pemimpinnya, dan menyatukan kesamaan pandangan dalam kehidupan muamalah, dan memahami batas-batasnya. “Itulah fondasi yang kokoh untuk hidup bersama,” paparnya.
Forum para pemimpin agama-agama dan sekte-sekte ini juga menghadirkan pemimpin agama dari India yang menoreh catatan keras, menurut Kiai Marsudi dengan duduk bersama untuk perbaikan hubungan.
Diundangnya kelompok-kelompok yang konflik tidak lain adalah untuk faashlihu bainahuma, mendamaikan diantara kelompok yang sedang konflik, dengan duduk bersama satu ruangan, pertama untuk saling kenal, saling memahami, kemudian akan saling memberi, memberi maaf, memberi ruang jika masih berbeda, dan memberi rasa aman jikapun masih berbeda dalam pandangannya.
Dia berkeyakinan, semua yang diundang di sini pasti mempunyai kekuatan untuk terus berkontribusi khususnya di negaranya dan umumnya untuk dunia.
“Saya memang rata-rata kenal dengan beliau-beliau karena pekan lalu juga saya ketemu beliau-beliau di Mesir ketika Konferensi Mufti sedunia dan ketemu di Roma suatu conference yang diadakan Sant’Egidio, utusannya ada Ibu Valeria, Mufti Mesir, dan lainnya juga datang di acara ini,” ujar dia.
Dia menyatakan, seluruh tokoh yang hadir harapannya mayoritas adalah peace, leaving in peace, no war, no nonflict.
“Saya sendiri juga mengharapkan don’t stop building peace untill we have a rest in peace, (pergi dengan damai, tanpa perang, tanpa konflik. Jangan berhenti membangun perdamaian sampai kita beristirahat dengan tenang),” kata dia. (Junaidi, ed: Nashih).