JAKARTA— Masjid Baitul Makmur di Telaga Sakinah Cikarang Barat Bekasi termasuk salah satu masjid yang menerapkan konsep ramah lingkungan, bahkan tergolong sukses.
Ketua DKM Masjid Baitul Makmur, Muhammad Suhapli, berbagi kisah tata kelola ramah lingkungan tersebut dalam “Webinar Pra konferensi Nasional Masjid Ramah Lingkungan dari Masjid Wujudkan Kehidupan Berkelanjutan, yang diadakan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia atau (LPLH & SDA) MUI secara daring, Rabu (19/10/2022) lalu.
Dikutip MUIDigital, Senin (24/10/2022) dia menjelaskan Program Eco Masjid di BM meliputi panghematan air dengan kran khusus dan daur ulang air bekas wudhu untuk penghijauan dan budidaya ikan lele, sumur resapan /biopori, mading digital, dan penghematan energi listrik dengan lampu led, sensor otomatis, grouping, lampu pju dengan sumber energi tenaga surya.
Selain itu pula, kata dia, penerapan 3 R (reduce, reuse, recycle) dan program Gerakan Sedekah Sampah.
Dia menjelaskan, salah satu contoh dengan mengurangi sampah menggunakan mading informasi secara digital dan laporan juga secara digital sudah tidak menggunakan kertas.
“Dan setiap ada acara masjid kita menggunakan tempat minum atau tumblr untuk mengurangkan sampah plastik,” ujar dia.
Tak hanya sukses menjadi masjid ramah lingkungan, Baitul Makmur juga memakmurkan masjid dengan beragam program pemberdayaan.
Program dan kegiatan yang ada pengajian sore anak-anak kurang lebih 450 anak, minuman dingin gratis, sarapan pagi bareng, berbagai kajian rutin, majelis taklim ibu-ibu, baksos donor darah, halal center bm corner, tersedia wifi gratis, perpustakaan, dan lift untuk lansia disabilitas.
Ada pula atm beras, berbagi nasi boks dan aneka snack setiap Jumat Berkah, borong pedagang Jumat Berkah, cukur rambut gratis setiap hari Jumat (10 orang), service sepeda gratis Jumat Berkah, orang tua asuh (ota), santunan Rp 250 ribu/buan untuk sekolah 16 anak yatim/dhuafa, pernikahan gratis, bansos sembako/voucher belanja, pulsa gratis, dan vaksinasi massal.
Dia menyatakan, kemakmuran masjid tidak diukur dari megahnya bangunan, luasnya tanah atau saldo kas yang ada, tapi kemakmuran suatu masjid diukur dari seberapa banyak orang yang hadir berjamaah saat sholat lima waktu, seberapa besar masjid memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya dan seberapa banyak masjid mengambil peran dan memberi solusi terhadap persoalan yang dihadapi umat atau jamaahnya. (Siti Nurmah Putriani, ed: Nashih).