JAKARTA— Jika melihat kiprah dan karya Yusuf Qaradawi semasa hidupnya, mungkin banyak yang mengira beliau lahir dari keluarga berada. Itu pula yang beliau rasakan saat pertama kali memasuki kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir. Banyak yang mengira beliau dari kalangan berpunya.
Padahal, Yusuf Qaradawi lahir di keluarga petani miskin yang taat ibadah. Ia menjadi yatim di usia dua tahun dan sejak itu dirawat oleh paman dan bibinya yang juga taat ibadah. Berkat bimbingan paman dan bibinya itu, Yusuf Qaradawi berhasil hapal Al-Quran pada usia 10 tahun.
Melihat karyanya yang ratusan dan pemikirannya yang dikenal muslim seluruh dunia, tentu tidak banyak yang menyangka bahwa masa kecil Yusuf Qaradawi miskin dan tanpa orang tua kandung.
Dosen Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Abdul Hayyie Al-Kattani, melihat bahwa semangat belajar tanpa lelah membawa Yusuf Qaradawi melampaui semua masalah itu dengan cemerlang.
“Yusuf Qardawi ketika ingin masuk ke Al-Azhar ini cukup unik. Orang-orang menyangka beliau orang yang berada padahal pada kenyataannya beliau sangatlah miskin. Beliau belajar di Al-Azhar bermodalkan semangat belajar yang tinggi, ” ungkapnya saat mengisi diskusi Lembaga Seni, Budaya, dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI tentang Kontribusi Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam Historiografi Sejarah Islam, Ahad (02/10).
Semangat Yusuf Qaradawi dalam mencari ilmu di tengah berbagai halangan inilah yang menurut Hayyie perlu ditiru generasi sekarang. Bahkan Yusuf Qaradawi sempat beberapa kali dipenjara namun itu tidak menyurutkan semangat belajarnya.
“Syaikh Yusuf Qaradawi adalah sosok ulama besar yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukup luas, serta selalu semangat dalam pengembaraannya mencari ilmu, ” ungkapnya. (Ratna/Azhar)