JAKARTA—Pakar ekonomi Syariah Adiwarman Karim menyampaikan bahwa spin off bank syariah berpeluang untuk memperkuat keuangan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Hal ini apabila BPD ‘menjual’ Sebagian spin offnya kepada para investor yang baru.
‘’Sehingga BPD ini mendapatkan tambahan modal tiap-tiap BPD antara 1 sampai 9 Triliun rupiah kalau mereka mau melakukan spin off dari unit usaha syariah (uus) yang mereka miliki,’’ kata dia di sela-sela Workshop Pra Ijtima Sanawi DSN MUI ke-7, di Hotel Balairung, Jakarta Timur, Sabtu (24/9/2022).
Komisaris Utama BSI ini menjelaskan, hal ini dikarenakan adanya POJK Nomor 16 Tahun 2022 yang mengharuskan bank umum syariah minimal memiliki modal 10 Triliun rupiah. Padahal, ungkapnya, kalau sudah spin off ini hanya Rp 1 triliun.
‘’Jadi ini kesempatan yang sangat baik. Pertama ada kesetaraan dan kedua ada peluang besar untuk memperbaiki dan memperkuat permodalan BPD seluruh Indonesia,’’tuturnya.
Dia mengatakan, kalau BPD memiliki permodalan yang lebih kuat, maka perekonomian setiap daerah juga akan semakin kuat. Menurutnya, tantangan ekonomi dalam menghadapi stag inflasi saat ini membutuhkan perekonomian yang kuat untuk bisa menahan gejolak.
‘’Maka daerah kita akan semakin kuat stabilannya, penguatan daerahnya lebih kuat, maka InsyaAllah ekonomi Indonesia secara makro lebih tahan gejolak,’’ ungkapnya.
Selain itu, Adiwarman menerangkan, kewajiban spin off akan menghilangkan 21 keistimewaan bagi unit usaha syariah (UUS) yang selama ini telah menikmatinya selama 21 tahun. ‘’Jadi ada kesetaraan dan keadilan,’’ kata dia.
Sementara itu,Ketua DSN MUI, KH Hasanuddin Maulana, mengatakan Workshop Pra-Ijtima Sanawi DSN MUI yang berlangsung hingga 28 September, dimaksudkan sebagai forum tahunan untuk mensosialisasikan Fatwa DSN-MUI dan regulasi terbaru terkait keuangan dan bisnis syariah, disamping untuk membahas berbagai persoalan-persoalan yang sering muncul dalam pengawasan syariah oleh DPS.
Kiai Hasan menyampaikan, Ijtima Sanawi (pertemuan tahunan) merupakan forum tahunan DSN MUI untuk mensosialisasikan fatwa maupun regulasi terbaru terkait keuangan dan bisnis syariah. Forum ini juga menjadi ajang pembahasan persoalan pengawasan syariah yang kerap muncul oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Karena itu, selain sosialisasi fatwa, kegiatan ini juga menjadi sosialisasi peraturan OJK, BI, maupun otoritas keuangan lain di Indonesia. Salah satu yang terbilang baru, karena menyangkut bisnis syariah, Kementerian Perdagangan juga akan mensosialisasikan peraturannya dalam forum ini.
Beberapa regulasi OJK yang akan disosialisasikan dalam forum ini antara lain tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana, Penyaluran Dana Besar bagi Bank Umum Syariah, dan Layanan Keuangan tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Ada pula tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum dan Bank Umum Syariah.
Kiai Hasan menambahkan, ijtima ulama kali ini menjadi khas karena mengangkat beberapa kasus riil yang dihadapi DPS saat melakukan pengawasan syariah. Beberapa kasus tersebut antara lain Pengendapan Nominal Tertentu dari Pembiayaan Murabahah, Murabahah Payroll, Kewajiban Spin Off Unit Usaha Syariah (UUS), Pembatalan Mudharabah dan Musyara
Pembiayaan Kelompok dengan Skema Tanggung Renteng, Pembiayaan Haji, Spin off dalam Asuransi, Badan Hukum Dana Tabarru’, Implementasi Akad Wakalah Bil Ististmar dalam Penerbitan Sukuk, Model Implementasi Sukuk Wakaf, Problematika Restrukturisasi Sukuk juga tidak luput dari pembahasan pra ijtima sanawi DSN MUI kali ini.
“Melalui Pra Ijtima Sanawi ini, kami berharap fatwa DSN MUI dapat diketahui dan dipahami sehingga menjadi dasar bagi DPS untuk melakukan pengawasan di bidangnya masing-masing,” kata dia. (Sadam Al-Ghifari, ed: Nashih)
(Sadam Al-Ghifari)