JAKARTA— Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI akan mensosialisasikan 10 fatwa terbaru terkait ekonomi syariah pada Pra Ijtima’ Sanawi yang digelar 21-28 September 2022 di Hotel Balairung, Jakarta.
Ketua DSN MUI, KH Hasanuddin Maulana menyampaikan, sepuluh fatwa ini merupakan hasil dua pleno DSN MUI yaitu empat fatwa pada 22-23 Desember 2021 dan enam fatwa 23-24 Juni 2022.
“Fatwa-fatwa keuangan syariah tersebut akan disampaikan pada kegiatan Pra Ijtima Sanawi kali ini sesuai dengan bidang masing-masing,” ungkapnya kepada MUIDigital, Rabu (21/09).
Sepuluh fatwa tersebut antara lain adalah Fatwa tentang Produk Asuransi Jabatan dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Produk Asuransi Kesehatan Berdasarkan Prinsip Syariah, Reasuransi Berdasarkan Prinsip Syariah, serta Perhimpunan Dana dengan Akad Wakalah bi Al Istitsmar.
Fatwa tentang Akad Samsarah, Pelunasan Utang Pembiayaan Murabahah Sebelum Jatuh Tempo, Marketplace Berdasarkan Prinsip Syariah, Dropship Berdasarkan Prinsip Syariah, dan Online Shop Berdasarkan Prinsip Syariah juga menjadi yang disahkan dalam pra ijtima sanawi kali ini.
“Workshop Pra-Ijtima dimaksudkan sebagai forum tahunan untuk mensosialisasikan Fatwa DSN-MUI dan regulasi terbaru terkait keuangan dan bisnis syariah, disamping untuk membahas berbagai persoalan-persoalan yang sering muncul dalam pengawasan syariah oleh DPS,” ujarnya.
Kiai Hasan menyampaikan, ijtima’ sanawi (pertemuan tahunan) merupakan forum tahunan DSN MUI untuk mensosialisasikan fatwa maupun regulasi terbaru terkait keuangan dan bisnis syariah. Forum ini juga menjadi ajang pembahasan persoalan pengawasan syariah yang kerap muncul oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Karena itu, selain sosialisasi fatwa, kegiatan ini juga menjadi sosialisasi peraturan OJK, BI, maupun otoritas keuangan lain di Indonesia. Salah satu yang terbilang baru, karena menyangkut bisnis syariah, Kementerian Perdagangan juga akan mensosialisasikan peraturannya dalam forum ini.
Beberapa regulasi OJK yang akan disosialisasikan dalam forum ini antara lain tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana, Penyaluran Dana Besar bagi Bank Umum Syariah, dan Layanan Keuangan tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Ada pula tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum dan Bank Umum Syariah.
Kiai Hasan menambahkan, ijtima ulama kali ini menjadi khas karena mengangkat beberapa kasus riil yang dihadapi DPS saat melakukan pengawasan syariah. Beberapa kasus tersebut antara lain Pengendapan Nominal Tertentu dari Pembiayaan Murabahah, Murabahah Payroll, Kewajiban Spin Off Unit Usaha Syariah (UUS), Pembatalan Mudharabah dan Musyarakah.
Pembiayaan Kelompok dengan Skema Tanggung Renteng, Pembiayaan Haji, Spin off dalam Asuransi, Badan Hukum Dana Tabarru’, Implementasi Akad Wakalah Bil Ististmar dalam Penerbitan Sukuk, Model Implementasi Sukuk Wakaf, Problematika Restrukturisasi Sukuk juga tidak luput dari pembahasan pra ijtima sanawi DSN MUI kali ini.
“Melalui Pra Ijtima Sanawi ini, kami berharap fatwa DSN MUI dapat diketahui dan dipahami sehingga menjadi dasar bagi DPS untuk melakukan pengawasan di bidangnya masing-masing,” pungkasnya. (Sadam Al-Ghifari/Azhar)