JAKARTA—Staf Ahli Utama Kantor Sekretariat Presiden, Dr Rumadi, menyatakan politik identitas memang tidak dilarang dan diharamkan di Indonesia, tetapi politik identitas tersebut jangan sampai ’off side.’
‘’Manusia tidak mungkin hidup tanpa identitas. Politik tidak mungkin tanpa identitas, bahkan kalau kita lihat sejarah bagaimana konstruksi politik di Indonesia. Kalau agama dianggap sebagai suatu identitas sejak awal, tidak mungkin memisahkan agama dengan politik,’’ kata dia saat menjadi narasumber kegiatan KAUB MUI bekerja sama dengan Kemenag RI, di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2022).
Rumadi menerangkan, sejak awal konstruksi politik, termasuk saat membuat partai politik di Indonesia berdasarkan agama. Rumadi menjelaskan, politik identitas memang bukan sesuatu yang diharamkan untuk dilakukan.
Bukan hanya identitas yang bersifat filogis mengenai aspek ketuhanan, melainkan aspek identitas yang bersifat sekuler pun diperbolehkan. Rumadi mengatakan, hal itu bisa saja menentukan politik karena ada kesamaan seperti konstituen yang penyuka kucing memilih partai penyuka dan pemelihara kucing.
Untuk itu, dia menegaskan bahwa politik identitas bukan sesuatu persoalan bahkan dia mengungkit bahwa sejarah politik di Indonesia dimulai dari 1995, agama tidak pernah absen dalam politik.
‘’Apakah partai yang jelas-jelas dasar agama, atau partai yang jelas-jelas tidak memakai dasar agama tetapi menggunakan kelompok agama sebagai konstituennya?,’’ungkapnya.
Menurutnya, hal itu tidak pernah dipersoalkan karena politik identitas khususnya keagamaan pada masa lalu sebagai basis identitas, tetapi pergerakannya masih dalam batas yang bisa ditoleransi.
“Jadi menurut saya tidak masuk akal misalnya orang melarang partai agama atau menggunakan identitas agama sebagai referensi untuk menentukan pilihan. Tapi emang harus diakui juga, belakangan politik identitas mengalami eskalasi menurut saya yang sudah ‘off side,” tutur dia.
Lebih lanjut, Rumadi menjelaskan penggunaan politik identitas yang ‘off side’ itu karena digunakan untuk melakukan kebencian terhadap orang lain. Bahkan digunakan untuk mendorong permusuhan. Oleh karena itu, perlu adanya batas yang harus dirumuskan dan diputuskan.
Dia menilai, Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta pada 2017 dan Pilpres 2019 lalu ada yang menggunakan politik identitas dengan ‘off side.’ Hal itu karena tidak memperhatikan etika publik dan moral karena menggunakan tempat ibadah untuk menghujat.
‘’Kalau tempat ibadah kita gunakan mari kita memilih orang yang amanah, pemimpin yang dipercaya sebagai spirit keagamaan ini tidak menjadi masalah. Tetapi kalau tempat ibadah dipakai untuk menghujat orang, nah ini yang menurut saya sudah ‘off side,’’ tutupnya. (Sadam Al-Ghifari, ed: Nashih)