JAKARTA— Budaya populer (pop culture) sudah secara masif mengubah struktur sosial dan struktur pekerjaan bangsa.
Terjadi revolusi industri dan telekomunikasi secara besar-besaran, seperti Artificial Intelligence, K-Pop, industri perfilman di bioskop, industri sport, makanan, pakaian, dan berita hiburan.
Pernyataan ini dia sampaikan dalam Forum Group Discussion (FGD) Multaqa Seniman dan Budayawan Muslim LSBPI-MUI dengan tema “Budaya Post Pop Culture sebagai salah satu Tantangan Masa Depan Dunia Dakwah,” di Hotel Sari Pasific, Jakarta (2/8/2022) lalu, sebagaimana dikutip dari TVMUI, Ahad (7/8/2022).
Hal itu, menurut dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Dr Saiful Bahri, dibenturkan pada ketidaksiapan kultur bangsa dalam merespon revolusi disrupsi sehingga budaya bangsa tergerus dan digantikan dengan pop culture Barat yang mendominasi.
Dia menyebut seperti trend kekinian ala Citayam Fashion Week (FCD), perilaku serba instan, penurunan budaya literasi dalam lingkungan pendidikan (learning and reading habbit), atau tidak adanya pandangan ketahanan di masa depan (future proofing).
“Jadi kita tidak sadar. Artinya kita sibuk mengikuti tren dan lupa agenda settingnya,” kata peraih gelar doktoral bidang tafsir Alquran dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini.
Perubahan dan dekadensi kebudayaan itu pada gilirannya, menurut Saiful membuat bangsa kehilangan sejarah (ahistrory) dan tidak memiliki tuntunan arah harus kemana.
Dia megharapkan rumusan identitas bangsa melalui buah ide cemerlang dari budayawan muslim, utamanya budaya arif pendidikan.
“Ketika ditanya soal identitas bangsa Indonesias apa, rasa-rasanyanya kita juga akan ikhtilaf, maka mudah-mudahan ada ide cemerlang pada kesempatan ini (FGD). Tidak ada tidak (alasan) kembalikan generasi masa depan kita untuk memiliki reading dan learning habbit,” kata dia. (A Fahrur Rozi, ed: Nashih)