JAKARTA — Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Nahar, SH, MSi menyebut penyalahgunaan NAPZA pada anak dibutuhkan pendampingan yang optimal.
Hal ini disampaikannya dalam kegiatan “Sosialisasi Penguatan Peran Guru dalam Memberikan Perlindungan Anak dari Bahaya Narkoba melalui Media Sosial dan Pemahaman Halal” yang diselenggarakan oleh Gerakan Nasional Anti Narkoba Majelis Ulama Indonesia Pusat (Ganas Annar MUI), Jumat (5/8/2022).
“Kita perlu menyamakan persepsi mengenai alasan anak harus dilindungi dari penyalahgunaan NAPZA adalah karena mereka butuh pendampingan orang dewasa baik dalam masa pencegahan ataupun ketika telah menjadi korban,” jelas Nahar.
Kerentanan anak menjadi korban penyalahgunaan NAPZA, menurut Nahar dapat dilihat dari kondisi lingkungan dimana mereka tinggal. Terlebih saat anak hidup dengan orang lain, maka kerentanan ini semakin meningkat.
Peningkatan tersebut terjadi apabila adanya unsur memanfaatkan anak oleh sang wali yang bukan orang tuanya untuk tujuan-tujuan yang tidak baik. Kondisi yang demikian, mampu melahirkan situasi lebih buruk yang akan dihadapi oleh anak-anak kelak.
“Pencegahan dibandingkan dengan menunggu adanya korban. Bukan berarti ketika anak telah menjadi korban, kita lepas tangan dalam mendampingi mereka,” kata Nahar.
“Ketika anak sudah menjadi korban penyalahgunaan NAPZA, sulit untuk mengembalikannya pada situasi semula. Kadang, saat mengikuti program rehabilitasi mereka harus menghadapi dua persoalan. Pertama, menghadapi rehabilitasi fisik. Kedua, menghadapi rehabilitasi mental,” tambahnya.
Lebih lanjut, Nahar mengingatkan pada fase pencegahan primer, semua anak harus dijauhkan bersentuhan dengan persoalan yang membebaninya. Oleh sebab itu, setting keluarga, masyarakat, serta lingkungan sekolah menjadi kunci penting dalam melakukan upaya-upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA pada anak.
(Isyatami Aulia/Fakhruddin)