JAKARTA — Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan menyampaikan bahwa peran strategis ulama yaitu sebagai himayatul ummah dan shodiqul hukumah.
Dalam gelaran Pesantren Ramadhan 1443 H/ 2022 M yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia, Sekjen MUI tersebut menuturkan bahwa terdapat empat kiprah ulama sebagai pelayan umat.
“Peran ulama sebagai pewaris nabi dan penjaga misi kenabian. Seorang ulama bukan hanya sekedar simbol belaka, tapi harus selaras dengan implementasi dari keilmuan yang dimilikinya,” kata Buya Amirsyah, Jumat (16/4).
Kedua, ulama sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Ketiga, peran ulama untuk kemaslahatan umat dan bangsa.
Keempat, kiprah berbagai latar belakang ulama di Indonesia yang direpresentasikan dalam satu organisasi yaitu MUI sebagai tenda besar umat untuk semua golongan.
Buya Amirsyah juga menuturkan bahwa tanggung jawab untuk melayani umat bukan hanya tugas MUI semata. Kerja sama dari berbagai pihak menjadi kekuatan utuh untuk melayani umat atau khodimul umat.
“MUI didirikan pada 26 Juli 1975 atau 7 Rajab 1395 dari hasil musyawarah para ulama dan cendekiawan muslim di Indonesia. Karenanya wadah ini harus dijaga bersama dalam menaungi keberagaman di Indonesia,” tegasnya.
“Di antara pengkhidmatan MUI yaitu sebagai islahul ummah (memperbaiki umat) dan mengeluarkan fatwa (mufti). Adapun fatwa yang dikeluarkan MUI adalah fatwa kolektif,” tambah Buya Amirsyah.
Di samping itu, peran MUI sebagai mitra pemerintah yang turut memandu atau mengarahkan kebijakan-kebijakan terkait dengan aspek sosial keagamaan dalam kehidupan berbangsa. MUI juga turut mengkritik kebijakan pemerintah apabila tidak sesuai dengan agama Islam.
MUI telah memberikan banyak masukan dalam bentuk fatwa maupun rekomendasi lainnya kepada pemerintah. Pada kemudian hari rekomendasi tersebut diadopsi ke dalam kebijakan-kebijakan dan berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya, UU Nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal (JPH), UU tentang zakat, UU tentang wakaf, UU tentang haji, dan lain-lain.
Tujuan dari rekomendasi tersebut adalah agar terciptanya kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan beregara yang baik serta melahirkan baldatun thoyibatun wa robbun ghafur.
Buya Amirsyah berpesan agar umat muslim harus menjadi problem solver bukan sebagai trouble maker dan tidak boleh mudah diadu domba dengan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan.
“Melalui acara Pesantren Ramadhan yang diselenggarakan MUI merupakan ikhtiar dalam membina generasi muda di tengah suasana kehidupan banga dengan berkembangnya isu-isu yg bertentangan dengan nilai-nilai Ramadhan,” pungkasnya.
(Isyatami Aulia/Angga)