JAKARTA— Belakangan ini viral narasi akhir zaman dan terminologi Bangsa Rum terhadap Rusia (sekutu Muslim di akhir zaman) yang merupakan hasil bacaan terhadap suatu teks hadits dan fenomena konflik Rusia-Ukraina.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI Pusat, Merlinda Irwanti, meminta umat Islam aktif menyuarakan kontra narasi dengan lebih bijak dan selektif sebagai komunikator.
“Kita harus membuat kontranarasi terhadap viral-viral hadits yang menyatakan bahwa Rusia adalah kaum Rum kita di akhir zaman,” ucapnya dalam acara Webinar Konflik Ukraina oleh pihak BPET-MUI Pusat, Jumat (8/4/2022).
Sebagai seorang ahli komunikasi, Merlinda menyebut hermeneutika sebagai metode interpretasi/penafsiran terhadap teks-teks al-hadits sangat berpengaruh terhadap kesimpulan makna yang dihasilkan dari suatu bacaan.
Maraknya narasi akhir zaman belakangan ini di media sosial, kata Merlinda, disebabkan semua orang dengan leluasa melakukan interpretasi secara bebas dengan latar keilmuan masing-masing tanpa basis konsep hermeneutika yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Ketika kita semua menafsirkan dengan beragam interpretasi itulah akan terjadi kekacauan tentang apa yang disebut al-kubra akhir zaman bahwa Rusia adalah kaum Rum itu begitu melebar di media sosial,” beber Merlinda dalam Webinar yang berlangsung secara online itu.
Lebih lanjut, Merlinda tidak membenarkan terminologi Kaum Rum yang dinisbatkan kepada Bangsa Rusia atau narasi akhir zaman dari konflik Ukraina, selain bersifat interpretatif yang sangat dipengaruhi subjektivitas seseorang, konflik Ukraina juga bersifat geopolitis yang tidak didapati masalah antarkeagamaan di dalamnya.
“Kita memang yakin bahwa akhir zaman itu terjadi, dan pasti terjadi. Tapi tidak dalam konteks peperangan antara Rusia dan Ukraina saat ini,” terangnya.
Karena itu, dia menyebut umat Islam sebagai bagian dari komunikator harus bisa menghadirkan pemahaman yang komprehensif di tengah maraknya narasi dan terminologi destruktif yang menyesatkan. “Kita para komunikator perlu menghadirkan intelektual keislaman Indonesia sebagai penengah dalam narasi akhir zaman tadi,” ucap Merlinda menjelaskan. (A Fahrur Rozi, ed Nashih)