JAKARTA – Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika, Prof. Dr. Ahmad M. Ramli mengungkapkan tantangan efektivitas dakwah di era 5.0. Isu dakwah di media sosial menjadi perhatian khusus di tengah penggunaan media digital yang terus meningkat.
“Jika kita ingin mengukur dakwah dan media mana yang paling efektif untuk digunakan hari ini, maka kita perlu melihat angka rata-rata pengguna internet dalam sehari yang berselancar di dunia maya yaitu selama 8 jam 50 menit,” jelasnya, Minggu (23/1).
Dalam acara Multaqo Duat Nasional ke-III Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar secara hybrid tersebut Prof. Ahmad menyatakan, terdapat kenaikan jumlah pengguna sosial media di Indonesia khususnya selama pandemi Covid-19.
Menurut dia, hal tersebut mampu memberikan gambaran untuk melihat efektivitas kegiatan dakwah atau pun diseminasi berbagai konten yang ingin disampaikan di sosial media.
Di samping itu, munculnya arus digitalisasi selama masa pandemi, telah mengubah pola pengguna internet aktif. Karenanya rentan usia pengguna internet yang semula dimulai pada usia 15 tahun, kini menjadi lebih dini yaitu pada usia 6 tahun.
“Ini merupakan tangangan yang perlu kita antisipasi dimana dunia bergerak begitu cepat. Beberapa tahun lalu jika ingin memesan taksi harus melalui operator, tetapi belakangan ini bisa diakses melalui aplikasi yang secara langsung terkoneksi dengan driver,” kata Prof. Ahmad.
“Karenanya jika ada pertanyaan apa yang terdistrupsi ketika kita melakukan transformasi digital salah satunya yaitu middleman,” lanjutnya.
Lebih lanjut Prof. Ahmad menuturkan, di era 5.0 yang memiliki kecepatan akses internet jauh lebih cepat 100 hingga 200 kali lipat dari 4G, membuka peluang lebar untuk menciptakan inovasi baru dalam dunia digital.
Melansir data dari Hootsuite (We are Social) tercatat sebanyak 170 juta masyarakat Indonesia aktif memanfaatkan sosial media. Hal menunjukkan terdapat sekitar 61,8 persen masyarakat dari populasi yang aktif berselancar di dunia maya, khususnya dengan menggunakan smartphone.
Prof. Ahmad menambahkan, presentase pengguna sosial media tertinggi masih dipegang oleh Youtube dan Facebook. Oleh sebab itu, dikatakan Prof Ahmad, jika kita ingin membuat dakwah yang bisa diakses publik secara luas, maka dua media tersebut harus menjadi fokus penting sasaran dakwah.
“Kita perlu mengetahui konten apa yang menarik di internet untuk jumlah pengguna 170 juta tersebut. Selanjutnya adalah edukasi dan QnA tentang keagamaan. Jika hal tersebut dapat kita atasi, maka tantangan dakwah di era 5.0 bisa ditangani dengan baik,” katanya.
Prof. Ahmad mengingatkan dengan gencarnya hoax yang merajalela, perlu diimbangi dengan pesan kebaikan dan kebenaran yang harus digaungkan.
Atas dasar realitas itu, Prof Ahmad mengatakan bahwa peran MUI dan lembaga yang berkecimpung di dalamnya harus mengimbangi fenomena tersebut. Sehingga terciptanya dunia yang masif dengan konten kebaikan dan kesantunan untuk melawan hoaks. (Isyatami Aulia/Angga)