Pada Ramadhan tahun pertama Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau telah menyerahkan bendera pasukan kaum Muslimin kepada Hamzah bin Abdul Muththalib sebagai komandan yang membawahi tiga puluh pasukan kaum muslimin yang berasal dari kalangan kaum Muhajirin untuk mencegat kafilah dagang Quraisy. Hamzah mendapatkan Abu Jahal dengan tiga ratus orang yang lainnya dalam misinya, tetapi tidak sampai terjadi kontak senjata karena dicegat oleh Umar Al-Jahni.
Rasulullah SAW akhirnya langsung memimpin pasukannya pada Rabi’ul Awwal tahun kedua hijrah menuju kampung Wuddan yang berjarak delapan mil dari Al-Abwa’ untuk menghadang orang-orang Quraisy dan Bani Dhamrah. Rasulullah SAW dan pasukannya berhasil mengikat perdamaian dengan Bani Dhamrah, perang ini dikenal dengan sebutan Perang Al Abwa’.
Selanjutnya, pada Rajab di tahun ini Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Jahasy bersama delapan orang Muhajirin. Rasulullah SAW menulis surat untuk Abdullah bin Jahasy dan memerintahkan agar ia jangan membuka surat itu sebelum berjalan dua hari, maka Abdullah pun mematuhi perintah tersebut.
Dalam tafsir Ath-Thabari jilid empat dinyatakan isi suratnya sebagai berikut : “Sesudah engkau membaca suratku ini, hendaklah terus melanjutkan perjalananmu sampai engkau tiba di Nakhlah yang terletak antara Makkah dan Thaif. Kemudian intailah orang-orang Quraisy dan sampaikan beritanya kepada kami.”
Ketika mereka sampai di Nakhlah, didapatkan kafilah dagang Quraisy dan dalam rombongan tersebut terdapat ‘Amr bin Al-Hadramain. Sehingga terjadilah kontak senjata yang menyebabkan tertawannya Utsman bin Abdullah dan Al-Hakam bin kaisan, lalu bersama unta yang membawa dagangan orang-orang Quraisy digiring untuk dihadapkan kepada Rasulullah SAW. Tatkala perang berakhir, orang-orang musyrik mengutus delegasi untuk menebus dua orang yang tertawan. Rasulullah SAW tidak akan menyerahkan tawanan kecuali Sa’ad bin Abi Waqas dan ‘Utbah bin Ghazwan dibebaskan pula, ketika Sa’ad dan ‘Utbah datang, barulah Rasulullah SAW menyerahkan mereka. Sedangkan saat itu Hakam bin Kaisan telah masuk Islam hingga gugur dalam Perang Bi’r Ma’unah.
Ramadhan tahun kedua hijrah meletuslah Perang Badar Al-Kubra, Rasulullah SAW bersama pasukannya bertemu dengan pasukan Quraisy di dekat Sumur Badr. Pasukan Quraisy berjumlah sekitar sembilan ratus sampai seribu orang. Adapun di antaranya terdapat Abu Jahal bin Hisyam bin Al-Mughirah, dan Al ‘Abbas bin Abdul Muththalib, paman beliau.
Dalam kitab Tafsir At-Tabari jilid empat dinyatakan demikian: “Kaum Muslimin mendapat kemenangan dalam perang ini berkat pertolongan Allah SWT, sedang tujuh puluh orang pihak Quraisy mati terbunuh sebagiannya adalah pemuka Quraisy, adapun dari pihak Rasulullah SAW tercatat hanya empat belas orang saja.”
Pengaruh Perang Badar sangatlah besar dalam sejarah Islam, Perang Badar merupakan perang besar antara kaum Muslimin dengan kaum musyrikin Quraisy. Adapun dalam perang ini kaum Muslimin tampil sebagai pemenang atas orang-orang kafir. Melalui Perang Badar tampaklah di mata kaum musyrikin keteguhan kaum muslimin dalam mempertahankan aqidah dan membela agama Islam. Tokoh-tokoh Quraisy amat dalam memendam dendam atas kekalahan mereka dalam perang tersebut, sehingga mereka sepakat untuk menebusnya dengan perang lain guna membalas kekalahannya.
Kaum Muslimin sangat bangga dengan kemenangan yang diraih pada perang badar, sehingga oleh kaum Muslimin perang badar dinamai dengan perang Al-Furqan. Sebab, dalam perang tersebut Allah SWT. telah memisahkan antara yang hak dan yang bathil, begitu juga dengan perang ini Allah SWT. telah memuliakan Islam dan menghinakan kekufuran dengan terbunuhnya sebagian para pemuka Quraisy lalu sebagian yang lain tertawan, walaupun pasukan kaum Muslimin berjumlah sedikit sedang kaum musyrikin berjumlah banyak. Mereka sangat bangga dengan kemenangan yang diraih dalam perang Badar, sehingga seluruh kaum Muslimin yang terlibat dalam perang ini dipanggil dengan Ahli Badar.
Dendam kaum musyrikin Quraisy atas kekalahan mereka dalam perang Badar sangat mendalam sehingga seluruh kekayaan yang terdapat dalam kafilah dagang yang menjadi awal penyebab meletusnya perang ini dikumpulkan dan digunakan untuk memerangi dan menghancurkan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya. Dari saat itu pulalah rangkaian peperangan mewarnai perjalanan sejarah kaum Muslimin.
Dalam sejarah, tercatat bahwa kemenangan selalu berpihak kepada Rasulullah SAW dan kaum Muslimin, kecuali Perang Uhud. Namun demikian, kemenangan-kemenangan tersebut tidak dapat diraih dengan mudah dan tanpa kesungguhan, melainkan penuh dengan kesabaran dan keyakinan terhadap pertolongan Allah SWT.
(Abi Rachman AP/ Nashih)