JAKARTA — Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD menilai MUI terlalu kokoh untuk dibubarkan. Sehingga ide untuk membubarkan MUI seperti yang baru-baru ini ramai dihembuskan melalui tagar #BubarkanMUI menjadi tidak relevan.
Mahfud menyebut, kokohnya MUI tersebut terbukti dari keberadaan MUI di peraturan perundang-undangan. Setidaknya, keberadaan Fatwa MUI dibutuhkan dalam dua Undang-Undang sekaligus.
‘’Fatwa MUI muncul di dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,” ujarnya, Sabtu (20/11) melalui keterangan tertulis.
Di dalam UU Jaminan Produk Halal dan aturan turunannya, MUI menjadi lembaga satu-satunya yang menentukan kehalalan suatu.
Pada UU Perbankan Syariah, kesesuaian syariah (syariah compliance) transaksi keuangan perusahaan juga harus mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
Kebutuhan MUI dalam dua hukum positif itulah yang membuat Prof Mahfud menilai keberadaan MUI begitu kokoh.
Apa yang dikatakan Mahfud tersebut merespons ide pembubaran MUI yang ramai di sosial media setelah satu anggota Komisi Fatwa MUI diduga teroris oleh Densus 88.
Mahfud menilai, penangkapan terduga teroris tersebut tidak berarti pemerintah menyerang MUI melalui Densus 88. Karena itu, Mahfud berpesan agar umat menghindari provokasi.
‘’Terkait dengan penangkapan tiga terduga teroris yang melibatkan satu anggota MUI, mari jangan berfikir bahwa MUI perlu dibubarkan. Jangan pula mengatakan bahwa pemerintah via Densus 88 menyerang MUI,” ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan, tertangkapnya terduga teroris harus ditempatkan secara proporsional. Tidak berarti jika dia aktif di MUI lantas MUI langsung dibubarkan.
Teroris, kata dia, bisa ditangkap di mana saja seperti di mall, rumah,
Masjid, dan lain sebagainya.
Mahfud juga mendorong agar proses hukum bisa berjalan secara terbuka.
‘’Kalau aparat diam dan terjadi sesuatu, bisa dituding kecolongan. Nanti akan ada proses hukum dan pembuktian secara terbuka terkait terduga teroris ini,” pungkasnya. (Saddam Al Ghifari /Azhar)