JAKARTA — Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 di Jakarta, resmi ditutup Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas pada Kamis (11/11).
Ijtima Ulama diikuti oleh 700 peserta. Peserta terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.
Selain itu, dalam pertemuan itu dihadiri pimpinan MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia.
Perhelatan rutin tiga tahunan ini menyepakati 17 poin bahasan salah satunya adalah hukum Pernikahan Online
Keterangan lengkap hasil pembahasan tentang Pernikahan Online adalah sebagai berikut:
Ketentuan Hukum
- Akad nikah secara online hukumnya tidak sah, jika tidak memenuhi salah satu syarat sah ijab kabul akad pernikahan, yakni dilaksanakan scr ittihadu al majlis (berada dalam satu majelis), dengan lafadz yang sharih (jelas), dan ittishal (bersambung antara ijab dan kabul secara langsung).
- Dalam hal calon mempelai pria dan wali tidak bisa berada dalam satu tempat secara fisik, maka ijab kabul dalam pernikahan dapat dilakukan dengan cara tawkil (mewakilkan).
- Dalam hal para pihak tidak bisa hadir dan atau tidak mau mewakilkan (tawkil), pelaksanaan akad nikah secara online dapat dilakukan dengan syarat adanya ittihadul majelis, lafadz yg sharih dan ittishal, yang ditandai dengan :
a. Wali nikah, calon pengantin pria, dan dua orang saksi dipastikan terhubung melalui jejaring virtual meliputi suara dan gambar (audio visual).
b. Dalam waktu yang sama (real time)
c. Adanya jaminan kepastian tentang benarnya keberadaan para pihak.
- Pernikahan online yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) hukumnya tidak sah.
- Nikah sebagaimana pada angka nomor 3 (tiga) harus dicatatkan pada pejabat pembuat akta nikah (KUA).