Alquran kitab yang syamil (lengkap) dan kamil (sempurna) tak ada sesuatu pun pembahasan yang lepas dari padanya, termasuk mengenai generasi muda.
Mengutip pendapat dari Elizabeth B Hurlock pada buku Depelopmental Psycology, menurut psikologis, masa remaja merupakan usia dimana seseorang merasakan perubahan intelektual yang mencolok serta mampu berintegrasi dengan masyarakat dewasa yang memiliki banyak aspek efektif.
Tidak dapat dimungkiri bahwa pembangunan sebuah bangsa sangat bergantung pada kualitas kaum mudanya. Generasi tua pasti akan menyerahkan tongkat estafet pembangunan bangsa kepada generasi setelahnya.
Sejarah mencatat perubahan penting dalam suatu bangsa dipelopori dan dilakukan generasi pemuda. Merujuk pada sejarah negara Indonesia yang dilakukan oleh para pemuda seperti sumpah pemuda, kemerdekaan negara, reformasi orde-lama dan orde-baru ada karena gerakan dari kaum muda.
Oleh karenanya ucapan fenomenal dari founding father, Ir Soekarno mengenai pemuda yaitu, ”Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncangkan dunia”. Tak hanya itu pada masa selanjutnya dalam dunia teknologi informasi dikenal Bill Gates, Steve Jobs (pendiri Apple), Larry Page dan Sergey Brin, mereka mengubah cara pandang dan hidup masyarakat modern di saat usia meraka beranjak 20 tahunan.
Sementara itu, dalam perspektif Islam, Alquran memberikan porsi yang besar mengenai karakter dan peran saat seseorang berada di masa muda. Sebab dengan potensi yang telah diberikan Allah SWT perlu digali dan tidak disia-siakan. Berikut ini sejumlah prinsip-prinsip pemuda dan kepemudaan menurut kacamata Islam:
- Masa pembangunan karakter yang maksimal
Penggambaran Alquran mengenai sosok pemuda yaitu seorang yang memiliki sejumlah karakter dalam dirinya, seperti sikap kritis dan kepeloporan. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim pada masa mudanya. Allah berfirman dalam surat Al Anbiya ayat 60:
قَالُوْا سَمِعْنَا فَتًى يَّذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهٗٓ اِبْرٰهِيْمُ ۗ
“Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.”
Merujuk pada “Al-Qur’an dan Tafsirnya” terbitan Kementerian Agama, menjelaskan bahwa peristiwa di atas terjadi ketika Nabi Ibrahim berusia 16 tahun dan belum diutus sebagai rasul. Tindakannya tersebut timbul dari dorongan kepercayaannya kepada Allah, yang didasari petunjuk kepada kebenaran yang telah dilimpahkan Allah kepadanya.
Karakter lain dari Ibrahim muda yang dikemukakan Alquran merupakan sikap lemah lembut. Meskipun ia tidak berhasil meyakinkan ayahnya untuk bertauhid, namun ia tetap memperlihatkan rasa hormat, sayang, dan kelembutan pada sang ayah.
Nabi Ibrahim merupakan model remaja atau pemuda yang mempunyai pola pemikiran yang logis dan kritis. Karenanya, dengan semangat idealismenya, ia menghancurkan berhala kaumnya, kecuali satu berhala yang paling besar.
Kejadian tersebut terekam pada jawaban Nabi Ibrahim saat ditanya mengenai hancurnya berhala rezim yang berkuasa dj Babilonia pada surat Al Anbiya ayat 63-64:
قَالَ بَلْ فَعَلَهٗ كَبِيْرُهُمْ هٰذَا فَسْـَٔلُوْهُمْ اِنْ كَانُوْا يَنْطِقُوْنَ (٦٣) فَرَجَعُوْٓا اِلٰٓى اَنْفُسِهِمْ فَقَالُوْٓا اِنَّكُمْ اَنْتُمُ الظّٰلِمُوْنَ ۙ (٦٤)
“Dia (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara. Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, “Sesungguhnya kamulah yang menzalimi (diri sendiri).”
Menurut Syekh Ali As-Shabuni dalam Shafwatut Tafasir, jawaban Ibrahim telah mengembalikan kaumnya kepada pemikiran yang rasional. Kemudian mereka berkata kepada sesama mereka, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri) dengan menyembah benda-benda yang tidak dapat berbicara.”
Di samping itu, Ibnu Katsīr dalam Tafsir Al-Quran al-Azhim, mengatakan, “Jawaban Ibrahim itu telah mengembalikan kesadaran kaumnya dengan mengecam diri sendiri, bahwa mereka tidak memperhatikan tuhan yang disembah.
Kemudian mereka berkata, “Kalian adalah orang-orang yang telah berbuat aniaya terhadap diri sendiri dengan menyembah tuhan yang tidak dapat memelihara (diri kalian).”
- Generasi penerus pelanjut nilai-nilai kebaikan
Allah juga berfirman bahwa pemuda sebagai generasi penerus yang bertugas melanjutkan nilai-nilai kebaikan yang ada pada suatu kaum, firmannya surat At Tur ayat 21:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۚ كُلُّ امْرِئٍ ۢبِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ
“Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.”
- Penyangga dan penggerak estafet pembangunan peradaban
Perjalanan sejarah kehidupan sebuah bangsa meniscayakan pergantian pada setiap generasinya. Hal tersebut tidak dapat dihindari. Seperti antara imperium Romawi dan Persia silih berganti memetik kemenangan dan juga kekalahan yang membutuhkan generasi penerus, termaktub dalam surat Ar Rum ayat 1-3:
الۤمّۤ ۚ (١) غُلِبَتِ الرُّوْمُۙ (٢) فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَۙ (٣)
“Alif Lam Mim. Bangsa Romawi telah dikalahkan, di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang.”
Menurut Abu Al Hasan Al Khazin, Lubab al-Ta’wīl fī Ma‘anī al-Tanzīl, ayat di atas mengisahkan bangsa Romawi dan Persia mengalami pasang surut dalam kemenangan dan kekalahan silih berganti sebagai dua imperium super-power di zamannya.
Hingga akhirnya, Imperium Persia mengalahkan Imperium Romawi, dan kaum musyrik bergembira atas kemenangan tersebut dan mengolok-olok umat Islam. Kemudian, ayat ini turun memberitakan dalam waktu yang tidak lama lagi Romawi mampu mengalahkan Persia pada generasi selanjutnya.
- Masa kepemimpinan dan kepeloporan umat
Kepemimpinan merupakan setiap tindakan untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Generasi muda merupakan aset masa depan umat akan bermetamorfosa menjadi penerus pembangunan umat dan bangsa, sebagaimana isyarat Allah dalam firmannya surat Al Ahzab ayat 23:
مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِ ۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗۙ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُ ۖوَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلًاۙ
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).”
Ayat di atas menyatakan bahwa di antara orang-orang mukmin yang sempurna imannya ada tokoh-tokoh di sisi Allah yang memiliki kedudukan hebat. Mereka yaitu orang-orang yang menepati janjinya kepada Allah dengan berjuang membela agama Allah.
Di antaranya mereka harus gugur di medan perjuangan, seperti Hamzah bin Abdul Muthalib, Ma‘ab bin ‘Umair, ‘Abdullāh bin Jahsy, Sa‘īd bin Rabi‘, dan lain-lain. Karenanya diperlukan generasi penerus untuk melanjutkan perjuangan mereka yang telah gugur.
Selain itu ayat di atas mengisyaratkan pentingnya mempersiapkan generasi penerus yang akan melanjutkan estafet perjuangan. Pemuda berperan secara alamiah sebagai generasi penerus yang memikul tugas kepeloporan dan kepemimpinan dalam menggerakkan potensi dan sumber daya yang ada.
Berdasarkan pemaparan di atas, pengetahuan mengenai peran dan karakter generasi muda merupakan tugas bersama. Para sahabat bahkan founding fathers bangsa ini telah mencontohkan bagaimana seharusnya seorang pemuda bersikap. Oleh karena itu upaya generasi sebelumnya untuk menciptakan generasi penerus yang berkualitas merupakan keniscayaan. (Isyatami Aulia/ Nashih)