Tidur adalah fenomena biologis yang terjadi pada seluruh makhluk hidup. Di sisi lain tidur juga diartikan sebagai sarana untuk melakukan pembersihan dari “sampah penyebab kelelahan”.
Hal tersebut dikarenakan dalam sehari, produk “sampah” dihasilkan dari seluruh kegiatan otot tubuh yang sebagian besar berbentuk dioksida dan asam laktat. Keduanya akan menumpuk dalam darah dan memiliki efek toksik pada saraf yang akhirnya menyebabkan rasa lelah dan mengantuk. Karenanya saat tidur merupakan proses pemusnahan sampah tersebut sehingga pada saat terbangun tubuh akan terasa segar.
Aktivitas tidur berkaitan dengan ruh merupakan suatu misteri kesadaran dan misteri pengetahuan. Hingga pada abad ke-20 para ilmuwan mulai meneliti mengenai fenomena tidur.
Hasil riset tersebut diketahui adanya beberapa hal, di antaranya terdapat perubahan suhu panas pada tubuh, kecepatan denyut jantung, dan kecepatan pernafasan. Akan tetapi, otak dan syaraf-syaraf pada tubuh masih tetap berperan dan aktif, hanya alam kesadarannya untuk sementara tidak berfungsi. Berikut beberapa fakta Islami yang perlu diketahui mengenai penciptaan tidur bagi makhluk hidup khususnya manusia, di antaranya:
- Tidur sebagian tanda kekuasaan Allah SWT
Firman Allah dalam surat Ar Rum ayat 23 mengenai diciptakannya tidur bagi makhluk hidup merupakan sebagian dari tanda kekuasaan-Nya, yaitu:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖ مَنَامُكُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاۤؤُكُمْ مِّنْ فَضْلِهٖۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّسْمَعُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.”
Dalam tafsir al-Misbah, berdasarkan penafsiran para ulama, Quraish Shihab berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kutipan ayat di atas yaitu: “Di antara tanda-tanda-Nya adalah tidur kamu pada malam hari dan usaha kamu mencari rezeki pada siang hari”, sejalan dengan banyak ayat Alquran yang menjelaskan bahwa Allah menjadikan malam untuk beristirahat dan siang untuk mencari rezekinya, seperti surat An Naba ayat 10-11:
وَّجَعَلْنَا الَّيْلَ لِبَاسًاۙ # وَّجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًاۚ
“Dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian, dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan.”
Umumnya waktu malam dipergunakan untuk tidur dan siang untuk bekerja. Namun, hal tersebut tidak harus selalu demikian. Maknanya juga bisa diartikan bahwa Allah SWT menciptakan waktu tidur kalian pada siang hari dan waktu kalian bekerja di malam hari.
Misalnya para pekerja di malam hari seperti satpam, dokter, perawat, buruh, polisi yang mendapat shift malam dan lain sebagainya. Karena ada juga ayat-ayat Alquran yang semakna demikian, di antara firman Allah dalam surat Al Isra ayat 12:
وَجَعَلْنَا الَّيْلَ وَالنَّهَارَ اٰيَتَيْنِ فَمَحَوْنَآ اٰيَةَ الَّيْلِ وَجَعَلْنَآ اٰيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِّتَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنٰهُ تَفْصِيْلًا
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami), kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang benderang, agar kamu (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.:
Lafazh “al-ibtigha’ yaitu mencari” pada ayat di atas terletak di akhir ayat diiringi dengan lafazh “al-fadl yaitu karunia”. Hal tersebut adalah isyarat kewajiban seorang hamba meyakini bahwa apa pun yang dimilikinya adalah karunia dari Allah untuknya.
Oleh sebab itu, banyak ayat yang ditemukan kalimat “mencari karunia” dirangkai dengan “waktu sadar”. Sebagaimana dalam firman-Nya surat Al Jumuah ayat 10:
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”
- Tidur tidak berlaku bagi Allah SWT
Mengutip pendapat dari Ahmad Syauqi Ibrahim dalam kitabnya as-Syifa’un-Nafsi wa Asrarun-Naum bahwa ada beberapa fase tingkatan tidur, yaitu:
Pertama, an-nu‘as yang artinya rasa lemas, ingin tidur.
Kedua, as-sinah yang artinya kondisi mengantuk, sudah diambang tidur
Ketiga, an-naum yang artinya tidur atau lelap. Lafaz as-sinah dimaksudkan mata yang diselimuti rasa kantuk. Sedangkan an-nu‘as dan as-sinah merupakan rasa lelah yang dirasakan tubuh dan ingin tidur. Pada kedua tingkatan ini, kepala terasa berat dan kelopak mata terpaksa menjadi tertutup.
Akan tetapi, bukan tidur dalam makna yang sebenarnya. Sebab fase tersebut adalah kondisi hampir tidur. Ketika hendak tidur pertama kali yang terjadi adalah an-nu‘as (rasa lemas ingin tidur), lalu kemudian as-sinah (rasa kantuk), hingga akhirnya membuat kepala terasa berat, baru kemudian sampai pada fase an-naum (tidur).
Ketiga fase tersebut tidak pantas dan tidak boleh terjadi pada Allah SWT. Hal tersebut terdapat dalam kutipan firman-Nya surat Al Baqarah ayat 255, yaitu:
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ …
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur…”
Dalam kitab Asrar an-Naum, Ahmad Syauqi Ibrahim berpendapat ayat di atas dengan jelas menyebutkan bahwa Allah menyifati diri-Nya sendiri. Tidur merupakan bentuk perubahan seorang makhluk dari satu kondisi kepada kondisi lainnya. Sedangkan Allah SWT tidak pernah berubah, karena Dia adalah Zat yang Mengubah dan Dia tidak pernah berubah.
- Aktivitas tidur sebagai sarana istirahat
Firman Allah SWT dalam surat An Naba ayat 9:
وَّجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًاۙ
“Dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat.”
Menurut Fakhruddin Ar Razi dalam at-Tafsirul-Kabir wa Mafatihul Gaib arti kata subat dalam ayat di atas yaitu beristirahat dan tenang. Makna lain dari lafazh tersebut adalah menghentikan diri dari segala aktivitas pekerjaan. Jadi maksud ayat di atas adalah menghentikan segala gerakan dan mengistirahatkan badan.
Dapat dilihat ungkapan pada ayat tersebut memakai bahasa penyerupaan yang indah, sebab Allah tidak mengatakan: “Kami jadikan tidurmu seperti pengistirahatan”, akan tetapi alat untuk penyerupaan yaitu “seperti” sengaja dibuang, sehingga seolah-olah menjadikan tidur merupakan istirahat.
Saat di alam tidur, seseorang tidak mengetahui sedikit pun tentang apa yang terjadi di dunia. Ia juga tidak mendengar dan tidak merasakan apa pun yang terjadi di sekitarnya. Karenanya tidur di malam hari atau pun siang hari sama-sama nikmat dan rahmat dari Allah yang harus selalu disyukuri. Wallahu’alam (Isyatami Aulia/ Nashih)