JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Penanggulangan Bencana dan Kesehatan, KH M. Sodikun menyebutkan era new normal perlu pendekatan serius untuk menangani pemulihan kesehatan dan ekonomi.
Demikian disampaikannya dalam webinar yang bertajuk “Keseimbangan Pemulihan Ekonomi dan Penanganan Kesehatan di Tengah Pandemi”, Selasa (26/10). Webinar tersebut diselenggarakan oleh MUI yang bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Kiai Sodikun menjelaskan bahwa penanganan dampak pandemi perlu dasar keyakinan tentang keseimbangan (tawazun) untuk merealisasikan pemulihan ekonomi nasional.
“Karenanya realitas kritis merupakan ketidaknormalan dari kondisi negatif yang menggangu aktivitas sehari-hari akibat krisis yang terjadi” kata Kiai Sodikun yang juga sebagai Dewan Pengawas Syariah pada sejumlah lembaga keuangan Syariah.
Di samping itu, ia juga menyampaikan, strategi paradigma tawazun dipilih karena merupakan dasar pemikiran yang tidak berat ke kanan ataupun ke kiri. Istilah itu, terang Kiai Sodikun melekat pada paradigma Islam wasathiyah sebagai konsep keseimbangan.
Kiai Sodikun menuturkan bahwa konsep independen yang sedang dihadapi oleh Indonesia adalah krisis kesehatan. Akibatnya, krisis tersebut berimbas pada ekonomi dan sosial yang merupakan variabel dependen.
Oleh karena itu, menurut Kiai Sodikun, kondisi seperti saat ini harus dicarikan strategi tepat untuk mengatasinya. Sebagaimana diajarkan agama, suatu kewajiban untuk mencari solusi menangani dampak pandemi.
“Perlunya mempelopori paradigma tawazun, dikarenakan gagasan tersebut memuat sebuah kreatif inovasi untuk merespons fenomena yang tidak biasa. Paradigma yang tidak mengedepankan salah satu dari ekonomi atau kesehatan. Bisa disebut sebagai pendekatan yang syamil atau utuh dari segi keilmuan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kiai Sodikun menegaskan, saat paradigma tawazun direalisasikan dengan Maqashid as-Syariah maka akan hadir kemaslahatan. Kata Kiai Sodikun, setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus menghantarkan kepada kebajikan, kemaslahatan dan kebaikan bersama.
Apapun strategi yang dihadirkan harus jauh dari kemudharatan, sadd adz-dzari’ah ataupun dar’ul mafasid. Karena kerusakan tersebut tak hanya berdampak pada fisik saja, namun juga jiwa, ranah hingga masalah ekonomi.
Atas dasar itu, Kiai Sodikun menjelaskan bahwa MUI mengeluarkan fatwa menghalalkan beberapa vaksin tujuannya adalah untuk kemaslahatan.
Ia kemudian mencontohkan, saat seseorang menggunakan masker dan mencuci tangan pada dasarnya berangkat dari pendekatan Maqashid as-Syariah.
Selain itu, format formalisasi dapat diwujudkan dalam langkah-langkah konkret dan realistis.
Dengan demikian, langkah mewujudkan tindakan konkret perlu kerjasama antara anak bangsa, pemerintah, serta sinergi berbagai instansi. Sebab, sebuah krisis harus ditanggapi dengan cepat, cerdas dan cermat.
Berdasarkan hal tersebut, Kiai Sodikun memberikan 5 strategi pencegahan krisis, yaitu:
Pertama, penilaian yang objektif terhadap krisis.
Kedua, menentukan penyebab krisis (sesaat atau jangka panjang)
Ketiga, mempertahankan krisis agar dapat di antisipasi baik itu prodimal, akut, kronik ataupun resolution
Keempat, pusatkan perhatian untuk menyelesaikan masalah atau al-awlawiyah.
Kelima, memanfaatkan peluang yang ada untuk memperbaiki keadaan. (Isyatami Aulia/Angga)