JAKARTA – Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr (c) Hj Badriyah Fahyumi Lc, MA mengusulkan pedoman dan modul training perbaikan akhlak bangsa tak hanya berbentuk buku, tapi juga dapat diterima dengan gadget friendly.
Usulan itu disampaikan Nyai Badriyah saat sesi tanya jawab Focus Group Discussion (FGD) bertema Penguatan Literasi Metodologi Penyusunan Buku Pedoman dan Modul Training yang digelar Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) di Jakarta, Ahad (12/09).
Pada kesempatan itu, Badriyah menjadi narasumber FGD bersama Guru Besar Ilmu Komunikasi dan Dakwah UIN Mataram, Prof Dr H Fahrurrozi Dahlan, MA dan Guru Besar Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr H Abdul Mujib M.Ag M.Si.
Bagi Badriyah, pelatihan merupakan program jangka panjang yang harus digarap. Peserta pelatihan harus terlibat secara nyata dan sejak pertemuan pertama, mereka sudah tahu orientas kegiatan tersebut.
“Peserta pelatihan merasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan sehingga terpanggil dan terketuk (dalam) perbaikan akhlak bangsa,” kata Badriyah.
Sebelumnya, dia menyebutkan ada tiga unsur dalam penyusunan buku dan modul training, yakni materi, proses, dan hasil.
Dia menekankan, perlunya menentukan terlebih dahulu hasil yang ingin dicapai dalam pelatihan. Menurutnya, ada empat hal yang harus bisa dicapai dari berdasarkan modul pelatihan.
Satu di antaranya, pengetahuan peserta yang komprehensif dan kokoh tentang akhlak bangsa. Kemudian kemampuan peserta mengenali permasalahan akhlak bangsa dalam berbagai level dan cara menyelesaikannya secara tepat.
Setelah itu, keterlibatan peserta yang nyata dalam implementasi dan perbaikan akhlak bangsa di berbagai level. Terakhir, kerangka kerja dan gerakan perbaikan akhlak bangsa yang dimotori oleh PDPAB MUI.
Badriyah berharap, peserta pelatihan bisa memahami akhlak dari perspektif keislaman dan kebangsaan.
“Perspektif dan metode analisis, ini materi yang perlu disampaikan. Ada bahannya, namun harus ada perspektif keislaman dan kebangsaan,” kata dia.
Selain itu, dalam modul pelatihan juga harus diuraikan tentang 10 karakter ‘wasatiyah’.
“Misal tawasud itu seperti apa? Akan lebih bagus (contoh) dari fenomena nyata yang terjadi,” kata dia mencontohkan.
“Intinya, ada Islam Wasatiyah dalam perbaikan akhlak bangsa. Penerapan Islam Wasathiyah dalam penerapan karakter bangsa,” Badriyah menambahkan.
Dalam sesi tanya jawab, dia mengatakan, sebelum wasathiyah, akhlak personal harus terlebih dahulu diperbaiki. Alasannya, wasathiyah bersifat akhlak sosial.
Selain itu, akhlak Islam harus dikerjakan terlebih dahulu sebagai pedoman produk. “Akhlak dan adab itu tidak sama. Kognitif itu penting agar kita tidak salah persepsi namun ujung dari akhlak yaitu aksi spontan atau refleks,” ujar Badriyah.
Adapun dalam proses pelatihan, ada materi yang cukup dengan narasumber dan tanya jawab. Supaya konsep kunci ini terinternalisasi, maka perlu refleksi setiap akhir hari dan awal hari materi bisa dipilih.
Diskusi yang dimoderatori Sekretaris PDPAB KH Nurul Badruttamam MA itu dibuka Ketua PDPAB MUI Dr KH Masyhuril Khamis MM.
Menurut Masyhuril, ada beberapa segmen yang menjadi sasaran buku pedoman dan modul training.
Segmen tersebut di antaranya, remaja, termasuk milenial, kemudian perkantoran, badan atau lembaga, politik, majelis taklim, dan segemen lainnya. (Nurul Badruttamam/Angga).