JAKARTA – Kesehatan adalah nikmat anugerah bagi manusia. Di tengah pandemi, menjaga kesehatan adalah hal yang harus diutamakan. Bahkan dalam kondisi normal pun, menjaga kesehatan wajib didahulukan.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Akhyar, dalam Webinar bertajuk “Literasi Pandemi dan Pemulihan Ekonomi di Kalangan Millenial Muslim” hasil kerja sama Komisi Informasi dan Komunikasi MUI dengan Kementerian Kominfo, Sabtu (5/9).
Kiai Mif, begitu akrab disapa, menekankan bahwa Islam, melalui ayat-ayat Alquran mewajibkan untuk menjaga keselamatan manusia, dalam kasus pandemi, kesehatan masyarakat adalah hal yang wajib dijaga.
“Bahkan dalam surat Al Baqarah ayat 195 disebutkan
وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ,
dan janganlah kamu jatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri. Ini merupakan sebuah bukti kita berkewajiban menjaga muhaafadhatu ‘alaa salaamatil insaan (menjaga keselamatan manusia),” terang Kiai Mif yang juga Raais Aam PBNU itu.
Dia mengatakan berkewajiban menjaga keselamatan manusia, juga berarti berkewajiban menjaga kesehatan manusianya atau al-muhaafadhatu ‘alaa shihhatil insaan . Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Miftakhus Sunnah Surabaya itu, kesehatan merupakan salah satu nikmat Allah SWT yang dianugerahkan pada kita. Sebab itu, kesehatan perlu dijaga dan disyukuri.
Dia menukilkan riwayat dari sahabat Abdullah bin Abbas RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ.
Ada dua nikmat (yang) mayoritas manusia tertipu dengan dua nikmat itu. (Yakni) tidak menggunakan kedua nikmat itu pada apa tujuan sebenarnya. Saat dia sehat, tidak digunakan (dengan baik) kesehatannya atau tidak dijaganya hingga tertimpa suatu penyakit. Dan kekosongan waktu, kesempatan.
Menurut Kiai Mif, kelalaian dalam menjaga kesehatan dapat menghalangi kita berbuat kebaikan. Dapat menghalangi untuk mencapai cita-cita. Dia mengingatkan bahwa sehat adalah kenikmatan. Kesempatan juga adalah kenikmatan. Bahkan kedua-duanya merupakan nikmat yang teragung atau tertinggi. Sebab jika sehat, manusia bisa melaksanakan semua kewajiban, tugas-tugasnya, dan pekerjaannya.
“Manakala tidak sehat, atau betul-betul berpenyakitan, maka terhalang untuknya bisa melakukan semua tugas-tugasnya, rencana, cita-cita yang menjadi kebahagiaan dia di dunia, kesuksesannya. Bahkan mungkin di akhirat,” ungkapnya.
Kiai Mif juga menilik hadits sahih yang diriwayatkan Muslim tentang segala urusan orang mukmin yang bermuara pada kebaikan. Bunyi hadits tersebut ialah:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh mengherankan urusan orang mukmin, semua yang terjadi pada dirinya justru menjadi kebaikan. Manakala dia diberikan anugerah nikmat kesehatan. Nikmat anugerah dunia ini, yang ada syukur pada Allah. Dan sebaliknya ketika dia tertimpa sebuah mudharat, mafsadah, musibah, yang muncul sabar, dan berikhtiar,” terangnya.
Bahkan menurut Kiai Mif, pada saat Allah SWT menimpakan ujian pada hamba-Nya, di situlah letak tingginya pahala yang akan diraih. Pandemi ini merupakan momentum meraih pahala setinggi-tingginya dengan menjaga kesehatan, mensyukuri nikmat, dan berikhtiar atas segala musibah yang ada. (Dimas Fakhri B/ Nashih)