Oleh:
KH Sholahuddin Al-Aiyub
(Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal)
Kabar duka itu akhirnya datang juga. Jumat (23/07) pagi ini tersiar kabar Prof Huzaemah Tahido Yanggo berpulang ke Rahmatullah setelah sebelumnya dirawat intensif di RSUD Serang, Banten. Berbagai ikhtiar untuk kesembuhan telah diupayakan maksimal oleh tim dokter, keluarga, kolega dan murid-murid beliau. Semua mengupayakan ketersediaan obat yang sedang sangat langka di pasaran. Dengan berbagai upaya, alhamdulillah, obat yang dimaksud kemarin bisa didapatkan.
Tetapi ajal memang sebuah misteri. Tidak ada yang bisa mengetahui kapan datangnya. Ia sudah termaktub pasti di azali. Upaya dan ikhtiar apapun yang telah dilakukan, jika saatnya tiba, maka tak ada daya ataupun upaya yang dapat memundurkan atau memajukannya.
Setelah harapan itu kembali menebal karena memeroleh obat yang sangat dibutuhkan, tapi ternyata Allah lebih menyayangi beliau. Allah SWT memanggil beliau pulang tepat pada Jumat yang sangat penuh berkah. Mungkin ini adalah hal terbaik dan tanda bukti kasih sayang Allah kepada Bu Prof Huzaemah.
Bu Prof Huzaemah memang istimewa dan mungkin bisa dibilang langka. Beliau adalah perempuan Indonesia pertama yang mendapatkan gelar doktor dari Universitas Al-Azhar, Mesir dan dengan predikat cum laude. Bidang yang beliau tekuni juga terbilang langka yaitu fikih perbandingan. Bisa kita bayangkan betapa luas ilmunya di bidang fikih. Maka tidak heran jika di forum-forum nasional yang membahas tentang hukum Islam hampir dipastikan beliau terlibat.
Masalah kemampuan keilmuan (kafaah ‘ilmiyah) beliau ini sudah tidak diragukan dan diketahui umum. Itu terbukti dari berbagai posisi beliau sebagai guru besar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Rektor Institut Ilmu Al-Quran Jakarta, pimpinan MUI, dan pengurus berbagai lembaga lain.
Uniknya, beliau ini juga masuk di dalam jajaran kepengurusan PBNU sebagai a’wan. Terbilang unik karena pengurus PBNU itu pria semua. Perempuan yang aktif di NU biasanya berhimpun di Muslimat NU atau fatayat NU. Keberadaan beliau jajaran PBNU membuktikan bahwa beliau punya kapasitas keilmuan tinggi.
Saya sudah mengenal Bu Prof Huzaemah lumayan lama. Seingat saya, sejak 2000, saat pertama kali saya berkhidmat di MUI sebagai sekretaris Ketua Umum MUI, al-mukarram wal-muhtaram al-maghfur lahu KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh.
Sejak saat itu sampai 2021, saya banyak berinteraksi dengan beliau. Interaksi paling intensif terjadi pada medio 2015-2020 karena beliau dan saya mengemban amanah sama. Beliau saat itu sebagai Ketua MUI dan saya sebagai Wakil Sekjen MUI yang membidangi fatwa.
Selama berinteraksi dengan beliau, saya terkesan dengan beliau yang aktif sekali di usia yang tidak lagi muda. Di usia yang kini mendekati 75 tahun, level keaktifan beliau mengalahkan kami yang lebih muda. Pada beberapa acara MUI, saya bersanding dengan beliau sebagai tim perumus. Tidak jarang pekerjaan perumusan ini berlangsung sampai larut malam bahkan dini hari. Bu Prof Huzaemah tetap bersama tim dengan pikiran bernas dan semangat. Nada bicaranya sama sekali tidak menunjukkan kelelahan. Usia sesepuh itu saya yakin beliau lelah, namun sama sekali tidak tampak dari beliau. Saya rasa, semangat dan ghirah beliau mengalahkan rasa lelahnya.
Saya juga terkesan dengan komitmen dan tanggung jawab Bu Prof Huzaemah kala mengemban amanah. Pada beberapa penugasan MUI, ketika saya bertindak sebagai sekretaris, saya sempat kewalahan dengan semangat beliau yang menyala. Beliau sering menelepon saya mengkoordinasikan tugas-tugas tersebut. Bahkan, saat rapat daring, beliau tetap mengikuti sampai larut malam. Saya melihat itu wujud komitmen dan tanggung jawab beliau.
Sebagai ulama yang sudah tinggi keilmuannya, Bu Prof Huzaemah kerap bertanya bahan materi yang harus disampaikan di sebuah forum kepada saya. Menurut saya, ini jadi satu kebanggaan tersendiri. Beliau yang secara keilmuan jauh lebih tinggi, tetapi dalam hal tertentu yang beliau kurang mengerti, beliau tidak segan bertanya. Bahkan kepada orang seperti saya yang secara umur dan keilmuan jauh di bawah beliau. Bagi saya, itu tidak akan terjadi kalau beliau bukan sosok yang punya ketawadhuan luar biasa.
Di balik sosoknya yang punya keilmuan dan pengalaman tinggi, Bu Prof Huzaemah juga suka humor. Pada beberapa kesempatan, saya kerap melontarkan guyonan kepada beliau di forum terbuka. Beliau menanggapinya dengan santai dan sama sekali tidak terganggu dengan guyonan itu. Beberapa kali beliau malah menimpali dengan guyonan lain yang lebih seru. Tidak hanya dengan level pimpinan, kepada office boy (OB) di kantor MUI pun, Bu Prof Huzaemah juga kerap mengajak bercanda. Beliau benar-benar ulama yang tanpa pandang bulu.
Saya memandang beliau sebagai ulama perempuan terkemuka, aktivis tulen, pendidik tekun, dan mitra yang membimbing. Di hari yang baik, beliau dipanggil Allah SWT pulang ke Rahmatullah dengan segala ilmu yang beliau miliki.
Kita yang pernah berinteraksi dengan beliau, hanya bisa mengenang, mengingat, dan mendoakannya. Semoga Allah SWT lipat gandakan amal kebaikan Bu Prof Huzaemah, menghapus segala dosa, dan memasukkan beliau ke surga bersama para nabi, syuhada, dan orang-orang saleh. Amiin.
Selamat jalan, Bu Prof Huzaemah