JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia mengajak semua pihak menyudahi pembahasan doa KH Maimun Zubair yang beberapa waktu ini ramai diperbincangkan. Wakil Ketua Umum MUI Buya Zainut Tauhid Sa’adi mengungkapkan, ritual keagamaan seperti doa tidak selayaknya dijadikan bahan olok-olokan.
“MUI mengajak semua pihak untuk tidak menjadikan nilai-nilai ritual keagamaan seperti doa sebagai bahan olok-olok, ejekan, dan untuk konsumsi kepentingan politik praktis,” ujar Buya Zainut melalui keterangan tertulis, Senin (04/02).
Baginya, ejekan terhadap doa yang juga menjurus kepada politik praktis tersebut jauh dari akhlak Islam. Perilaku seperti itu juga bukan gambaran pribadi manusia yang meyakini nilai kesopanan, kesantunan, dan keadaban menjalankan tuntunan agama. Karena menurutnya, doa memiliki kedudukan tinggi dalam sebuah ritus keagamaan.
“Karena doa mengandung nilai-nilai transendental yang langsung berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,” paparnya.
Selain dari sisi doa-nya, ia juga menyayangkan berbagai pihak yang terus memanasi hal ini karena saat ini posisi KH. Maimun Zubair adalah ulama sepuh yang dihormati berbagai kalangan. Dengan usia Kiai Maimun Zubair yang sudah menginjak 90 tahun, Buya Zainut menilai kesalahan itu menusiawi.
“Marilah kita mengembangkan sikap baik sangka dan pemahaman yang baik terhadap hal-hal yang berhubungan dengan masalah ritual keagamaan seperti doa. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman, polemik, dan politisasi agama yang menjurus kepada SARA,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) KH. Masduki Baidlowi mengatakan hal senada. Ia tidak ingin polemik ini dibuat berkepanjangan demi terjaganya persatuan antar umat Islam.
“Polemik jangan dibuat larut berkepanjangan. Karena yang dimaksud dalam ajaran Islam, di hadis nabi tentang mendoakan pemimpin itu bukan dalam rangka memecah belah umat. Tapi justru agar umat tetap solid. Tapi kemudian kalau disalahgunakan untuk pecah belah, itu tidak baik. Itu tidak dianjurkan agama,” ucapnya Sabtu (02/02). (Azhar/Din)