AMBON – Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) kembali menyelenggarakan Forum Diskusi dan Literasi Media Kamis (18/10) di Swiss Bel Hotel, Jl Benteng Kapaha, Kota Ambon.
Dalam kesempatan tersebut, Kabag Hukum dan Kerjasama Kemenkominfo Mediodecci Lustarini menyebutkan, peredaran berita bohong akan meningkat seiring dengan semakin dekatnya Pemilihan Umum 2019. Bahkan dalam kuartal ketiga tahun ini sudah lebih dari 800 berita hoax.
“Data yang dihimpun Masyarakat Anti Fitnah Indonesia pada 2018 hingga September tercatat 844 hoax yang diklarifikasi, jumlah yang tidak sedikit dan akan berdampak besar, “ kata dia.
Dia juga menyebutkan, hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia, tercatat dari 262 juta penduduk Indonesia, sebanyak 143,26 juta jiwa merupakan pengguna internet yang didominasi kelompok usia 19-43 tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 87.13 persen aktif di media sosial selama 4-7 jam per hari.
Namun, tutur dia, besarnya jumlah pengguna tidak dibarengi dengan kemampuan masyarakat menyaring informasi. Sering kali masyarakat menelan suatu informasi tanpa verifikasi, bahkan kemudian ikut menyebarkan kepada pengguna lainnya.
Dia lalu mengutip data Riset Daily Social.id terhadap 2032 pengguna ponsel pintar di Indonesia. Terungkap sebanyak 73 persen perngguna selalu membaca informasi dari media sosial, tetapi miris hanya 55 persen saja yang memverifikasi keakuratan informasi yang diterima.
Pihaknya berharap kepada masyarakat, khususnya generasi milenial Ambon untuk berperan aktif dan selektif menerima informasi dari dunia maya terutama dari media sosial.
Sekretaris Lembaga Pentashih Buku dan Konten KeIslaman Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Arif Fakhruddin, mengajak peserta literasi untuk berpedoman pada Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Bermuamalah di Media Sosial selama berinteraksi di jagat maya. Dengan demikian, merujukb fatwa tersebut setiap Muslim yang bermuamalah di medsos, wajib memperhatikan nilai-nilai Islami untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, mempererat persaudaraan, dan memperkokoh kerukunan.
“Di dunia maya, layaknya di dunia nyata, sebagai Muslim wajib untuk mempererat persaudaraan dan memperkokoh kerukunan internal umat beragama atau antarumat beragam, “ terang Arif.
Apa yang diharamkan di dunia nyata, sambung Arif, juga diharamkan di dunia maya seperti melakukan ghibah, fitnah, namimah, ujaran kebencian, menyebarkan hoax, dan menyebar materi pornografi.
“Menyebarkan hoax atau informasi bohong meskipun dengan tujuan baik juga haram menurut fatwa MUI,“ kata Arif.
Dia mengingatkan setiap Muslim sebagai pengguna medsos, harus melakukan verifikasi konten dan informasi setiap kali mendapat pesan. Masih merujuk fatwa tersebut, terdapat tiga langkah dalam verifikasi konten.
Pertama, kata Arif, setiap mendapat informasi jangan langsung disebar. Kedua, pastikan sumber dan isi pesan serta konteks waktunya. Ketiga, pastikan kebenaran informasi dengan bertanya ke sumber atau ke pihak yang memiliki otoritas.
“Dalam tabayyun, hendaknya dilakukan secara tertutup kepada pihak terkait, misal seperti via pm bukan di ranah publik seperti wall atau group wa, “ tutup Arif.
Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum MUI Provinsi Maluku Dr KH Abdullah Latuapo, Plt Direktur Pemberdayaan Informatika Selamet Santoso, dan pegiat medsos Savic Ali.(Ichwan/Nashih)