JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim MUI), Prof Didin Hafidhuddin, mengajak segenap kaum muslimin dan ormas Islam untuk menguatkan ukhuwah Islamiyah dengan baik.
Dewan Pertimbangan MUI, kata Prof Didin, telah menyusun sepuluh kode etik untuk mempererat ukhuwah Islamiyah pada 2015 lalu dan ini perlu digaungkan lagi.
“Penguatan ukhuwah Islamiyah harus terus menerus dilakukan secara terencana dan terogranisir dengan baik, “ kata Prof Didin saat Rapat Bulanan Wantim MUI, Rabu (24/10) di Aula Buya Hamka, Kantor Pusat MUI, Menteng, Jakarta Pusat.
Penguatan ukhuwah Islamiyah, kata Prof Didin, harus menjadi life style dalam beberapa hari ke depan, terutama saat pesta demokrasi tahun besok.
“Perlu perhatian dan pikiran jernih untuk penguatan ukhuwah Islamiyah dan tidak menjadi musibah perpecahan, “ terang Prof Didin saat Rapat Pleno Ke-32 yang bertemakan Bencana Dusta dan Benci, Apa Solusinya, ?.
Sepuluh kode etik ukhuwah Islamiyah agar dapat dijadikan pedoman praktis bagi seluruh umat Islam adalah sebagai berikut :
Pertama, setiap muslim memandang sesama muslim sebagai saudara seiman karenanya dia mamperlakukan saudara seimannya dengan penuh kasih sayang, kejujuran, empati, dan solidaritas bukan dengan rasa benci, antipati, dan cenderung melukainya.
Kedua, setiap muslim merasa wajib mengembangkan persaudaraan keimanan, kearah sikap dan budaya saling membantu dan melindungi.
Ketiga, setiap muslim mengutamakan kehidupan berjamaah dan dapat mendayagunakan organisasi sebagai alat dakwah dan perjuangan. Dalam hal ini, organisasi hanyalah alat bukan tujuan.
Keempat, setiap organisasi / lembaga Islam memandang organisasi / lembaga Islam lainnya sebagai mitra penunjang, karenanya dikembangkan budaya kerjasama dan perlombaan meraih kebaikan bukan budaya pertetntangan, permusuhan, dan persaingan tidak sehat.
Kelima, dalam kehidupan politik, seperti pada pemilihan untuk jabatan politis, setiap muslim dan organisasi/lembaga Islam mengedepankan kebersamaan dan kepentingan bersama umat Islam dan dan meletakkannya di atas kepentingan organisasi.
Keenam, sesama pemimpin dan tokoh umat Islam wajib menghidupkan silaturahim tanpa memandang perbedaan suku, etnik, organisasi, kelompok atau aliran politik.
Ketujuh, setiap pemimpin dan tokoh umat Islam perlu menahan diri untuk tidak mempertajam dan mempertentangkan masalah khilafiyah, keragaman ijtihadm dan perbedaan mazhab di dalam forum khutbah, pengajian, dan sebagainya, apalagi mengklaim pendapat atau kelompok tertentu paling benar dan menyalahkan kelompok lain.
Kedelapan, hubungan antara sesama organisasi Islam haruslah dilandasi pandangan positif (husnudzhon) dan selalu mengedepankan sikap saling menghargai peran dan kontribusi masing-masing dalam pembangunan umat.
Kesembilan, setiap amal dan prestasi kaum muslimin harus dipandang sebagai bagian dari karya dan prestasi umat Islam secara keseluruhan, dalam arti organisasi Islam yang lain wajib menghormati, menjaga, dan melindunginya.
Kesepuluh, setiap kaum muslimin harus memandang sesama muslim lain di berbagai negara dan belahan dunia, sebagai bagian dari dirinya dan berkewajiban berkewajiban untuk membangun solidaritas dan tolong menolong dalam berbagai bidang kehidupan.
(Ichwan/Din)