DEPOK– Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin menyampaikan taushiyah dalam tahlilan hari ketiga almarhum KH A Hasyim Muzadi akhir pekan lalu, Sabtu (18/3) malam.
Kiai Ma’ruf menyebut kepergian tokoh yang semasa hidupnya pernah menjadi ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, bermakna kehilangan seseorang yang sangat dicintai. Sosok yang banyak sekali jasanya baik bagi umat dan organisasi, selain sebagai ulama, beliau juga aktif mengampanyekan Islam wasathiah (moderat) Islam yang menebarkan kasih sayang untuk semesta alam (rahmatan lil alamin). “Bukan hanya di dalam negeri tapi juga sampai luar negeri,” kata Kiai Ma’ruf yang juga sebagai Rais Aam Nahdlatul Ulama itu.
Ini antara lain, ujar dia, terbukti semasa hidupnya almarhum aktif sebagai sekretaris jenderal ICIS (International conference of Islamic scholars), sebuah forum pertemuan ulama dari berbagai negara untuk mendiskusikan ragam problematika umat Islam, khususnya penguatan paham Ahlus Sunah wal Jamaah, Islam moderat, dan Islam rahmatan lil alamin.
Menurut Kiai Ma’ruf, MUI juga merasa kehilangan sosok yang peduli dan fokus membangun persatuan umat dengan beragam latar belakang aliran dan ideologi agar menjadi satu kekuatan yang besar di Republik ini. Di mata negara, kesan Presiden RI menggambarkan figur almarhum yang pantas disebut sebagai ‘Guru Bangsa’ atas saran, pendapat, dan sikap yang diberikan menghadapi masalah kenegaraan dan kebangsaan.”Almarhum sosok yang responsif terhadap masalah-masalah keagamaan, keumatan, kebangsaan, dan kenegaraan,” papar dia.
Kiai Ma’ruf juga menyampaikan, almarhum aktif pula mengawal dan menjaga umat dengan mendirikan pesantren bahkan di dua kota sekaligus, yaitu al-Hikam I di Malang, Jawa Timur dan al-Hikam II di Depok, Jawa Barat. Posisi pesantren sangat penting untuk menyiapkan para pakar agama (i’dad al-mutafaqqihin fi ad-din) dan kader-kader atau agen perubahan (rijal al-ishlah).
Kiai Ma’ruf menjelaskan, mengingat banyaknya ulama yang meninggal dunia, perlu regenerasi mencetak, menyiapkan melakukan upaya-upaya i’daadul mutafaqqihiin dan itu dilakukan melalui pesantren. Jika ulama wafat, ibarat sebuah bangunan ‘gompal’ tidak lagi utuh.
Hadis Rasulullah SAW menyebutkan “Innallaha laa yaqbidhul ‘ilma intiza’an min shuduurin naas” yang artinya Allah SWT tidak mengangkat ilmu dari hati seseorang, tidak ada orang yang ilmunya hilang. “Walakin yantazi’uhu biqobdhil ulama’“, tetapi Allah mencabut ilmu itu, mengangkat ilmu itu dengan mengangkat (mencabut ajal) para ulama yang begitu wafat hilang pula ilmunya.
“Rumahnya ditinggal, semuanya ditinggal, ilmunya dibawa,” tutur dia.
Kiai Ma’ruf melanjutkan, jika sampai tidak ada ulama satupun yang mumpuni, “hatta idza lam yabqo ‘alimun ittakhodzu naasu ruasa’a juhala” orang akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh yang bila mendapat pertanyaan akan memberi fatwa tanpa dasar ilmu “idza suilu aftau bighairi ilmin“, mereka itulah yang sesat dan menyesatkan “fadhallu wa adhallu“, naudzbu illah min dzalik.
“Ketika Kiai Hasyim Muzadi ini dipanggil oleh Allah, beliau sudah menyiapkan regenerasi. Walaupun memang untuk mencari tokoh sekaliber Kiai Hasyim Muzadi tidak mudah. Tidak mudah sekali,” ujar dia.
Bagaimana tidak?, menurut Kiai Ma’ruf, almarhum memiliki kemampuan-kemampuan yang luar biasa. Kemampuan keilmuan, kemampuan organisasi, pemahaman terhadap masalah-masalah yang terjadi, memahami kondisi baik nasional atau internasional.
“Memang kita tidak bisa mencari secara mudah tokoh seperti itu. Menggantinya itu susah sekali,” kata dia.
Kia Ma’ruf berharap kelak ada regenerasi yang menggantikan almarhum khususnya di pesantren yang beliau dirikan yang in sya Allah, menjadi amal ibadah yang tidak akan habis pahalanya hingga akhir zaman. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “man sanna sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man ‘amilaha ila yaumil qiyamah (siapa yang membuat suatu sunah perbuatan yang baik maka pahalanya akan terus mengalir hingga orang yang akan mengamalkannya, meneruskannya, mengembangkannya sampai hari kiamat).”
Menurut Kiai Ma’ruf, almarhum meninggal dalam kondisi berjuang jihad fi sabilillah dan sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Yamuutu al-mar’u ala maa ‘asya ‘alaihi. Wa yub’atsu al-mar’u ‘ala ma mata ‘alaihi.” Jadi, sesorang itu akan meninggal bagaimana sepak terjangnya selama hidup. Dalam suasana apa, dalam suasana ibadah, dan juga dalam suasana perjuangan. Begitu juga ketika dibangkitkan kelak, bagaimana meninggalnya. “Jadi meninggal bagaimana hidupnya, nanti dibangkitkan bagaimana meninggalnya,” kata Kiai Ma’ruf mengingatkan.
Satu hal yang harus diingat, ujar Kiai Ma’ruf, kepergian almarum disebut mendahului. Artinya kalau mendahului itu maknanya mereka yang hidup akan menyusul. Oleh karena itu hendaknya bersiap-siap.
“Nah kalau saya memang paling banyak harus siapnya. Karena umurnya sudah 74 tahun. Saya lebih tua satu tahun dari beliau. Tapi tidak berarti yang muda itu belakangan,” kata dia.
Jangan merasa, imbuh Kiai Ma’ruf, banyak orang muda yang dipanggil oleh Allah SWT. Jadi orang meninggal itu bukan karena muda dan tuanya, tapi karena ajalnya. Kalau sudah ajalnya datang, “idza jaa a ajaluhum, laa yasta’khiruna sa’atan wa laa yastaqdimun“, begitu tiba ajal tak akan bisa menunda atau mendahulukan walau sesaat. Makanya ketika melewati kuburan, dianjurkan mengucapkan, “Assalamualaikum li ahli qabril mu’minin. Antum lana salafun. Wanahnu lakum, tabaa’un“, bahwa kalian lebih dulu tetapi kami segera menyusul. “Jadi kita ini tinggal menunggu waktu saja. Karena itu, kita hendaknya mari bersiap-siap,” tutur dia.
Kiai Ma’ruf berharap sekali lagi ada pengganti-pengganti dari para ulama yang dipanggil oleh Allah SWT dan dirinya yakin pengganti itu ada seperti penegasan Rasulullah “Laa tazalu thoifatun min ummati dhohiriina anil haq la yasudduhum man khadzalahun hatta ya’tiya amrullah (senantiasa sebagian daripada umat, yang memperjuangkan kebenaran tidak bisa dihalang-halangi oleh mereka yang tidak menyukainya hingga tiba hari kiamat).”
“Kita yakin nanti akan ada kiai-kiai baru, mujahid-mujahid baru yang akan menggantikan beliau, menggantikan saya termasuk juga. Tapi tunggu dulu gitu ya. Jangan cepet-cepetlah,” seloroh Kiai Ma’ruf yang disusul dengan riuh tawa para jamaah yang hadir.
“Dan beruntunglah keluarga ini punya orangtua, punya ayah, punya kakek, punya paman, punya suami, seperti almaghfur lahu. Allah yarham Kiai Haji Achmad Hasyim Muzadi. Mudah-mudahan Allah memberikan tempat di sisinya, mengampunkan segala dosanya. Alfatihah,” kata Kiai Ma’ruf menutup taushiyah sembari mengajak jamaah mendoakan almarhum.
Hadir dalam tahlilan yang berlangsung di kediaman almarhum, Pesantren al-Hikam II, Kukusan, Beji, Depok Jabar ini sejumlah tokoh antara lain Gubernur Jabar A Heriyawan,
Walikota Depok M Idris, dan Dubes Yordania untuk RI Walid Abdel Rahman Jaffal Al Hadid. (Azhar/Nashih)