Jakarta – Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mensosialisasikan 13 fatwa terbaru dalam kegiatan Silaturahim dan Sosialisasi Fatwa Terbaru Tahun 2018 di Hotel Aryaduta Jakarta, Senin (23/07). Fatwa-fatwa tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian besar.
Pertama, fatwa terkait akad yang berkedudukan sebagai fatwa payung (umbrella rule) dan fatwa terkait aktivitas dan produk Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Lembaga Bisnis Syariah (LBS). Fatwa yang termasuk pada kelompok ini sebanyak 6 (enam) fatwa, yaitu:
1. Fatwa tentang akad jual-beli (Fatwa No: 110/DSN-MUI/IX/2017);
2. Fatwa tentang akad jual-beli murabahah (Fatwa No: 111/DSN-MUI/IX/2017);
3. Fatwa tentang akad ijarah (Fatwa No: 112/DSN-MUI/IX/2017);
4. Fatwa tentang wakalah bi al-ujrah (Fatwa No: 113/DSN-MUI/IX/2017);
5. Fatwa tentang akad syirkah (Fatwa No: 114/DSN-MUI/IX/2017);
6. Fatwa tentang akad mudharabah (Fatwa No: 115/DSN-MUI/IX/2017.
Kedua, fatwa-fatwa yang termasuk pada aktivitas dan produk LKS dan LBS sebanyak 7 (tujuh) fatwa, yaitu:
1. Fatwa tentang Uang Elektronik Syariah (Fatwa No: 116/DSN-MUI/IX/2017;
2. Fatwa tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah (Fatwa No:117/DSN-MUI/II/2018);
3. Fatwa tentang Pedoman Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Syariah (Fatwa No: 118/DSN-MUI/II/2018);
4. Fatwa tentang Pembiayaan Ultra Mikro (al-Tamwil Li al-Hajah al-Mutanahiyat al-Shughra) Berdasarkan Prinsip Syariah (Fatwa No: 119/DSN-MUI/II/2018);
5. Fatwa tentang Sekuritisasi Berbentuk Efek Beragun Aset (Fatwa No: 120/DSN-MUI/II/2018).
6. Fatwa tentang efek beragun asset berbetuk Surat Partisipasi/EBA-SP (Fatwa No: 121/DSN-MUI/II/2018);
7. Fatwa tentang Pengelolaan dana BPIH dan BPIH Khusus (Fatwa No:122/DSN-MUI/II/2018).
Ketua DSN-MUI Prof. Dr (HC). K.H. Ma’ruf Amin mengatakan, fatwa-fatwa tersebut disahkan dalam dua kali rapat pleno DSN-MUI; yaitu rapat pleno tanggal 19 September 2017 (28 Dzulhijjah 1438 H) sebanyak 7 fatwa; dan rapat pleno tanggal 22 Pebruari 2018 (6 Jumadil Akhir 1439 H) sebanyak 6 fatwa.
Latar belakang terbitnya fatwa kelompok pertama tentang akad antara lain didasarkan pada kebutuhan industri LKS dan LBS yang memerlukan pedoman dan penjelasan lebih spesifik terkait dari masing-masing akad dimaksud dari perspektif hukum Islam. Fatwa kelompok pertama tersebut, sekalipun difatwakan belakangan, namun dari segi substansi menjadi akad payung/induk untuk akad yang sejenis yang sudah difatwakan oleh DSN-MUI sebelumnya.
Sementara itu fatwa-fatwa yang termasuk dalam kelompok kedua yakni terkait aktivitas dan produk LKS dan LBS dilatarbelakangi oleh kebutuhan industri LKS dan LBS itu sendiri untuk meningkatkan kegiatan usaha dan produknya, namun terdapat juga permohonan regulator untuk panduan dan pedoman dalam penyusunan peraturan kegiatan di masing-masing lembaga.
Fatwa kelompok kedua ini, dari aspek cakupan materinya secara garis besar dapat dikelompokkan pada empat kelompok lagi, yaitu (a) kegiatan usaha dan produk teknologi keuangan (financial technology); (b) kegiatan usaha dan produk pasar modal; (c) kegiatan usaha dan produk spesifik LKS; dan (d) kegiatan usaha dan produk lembaga penjamin simpanan (LPS) dan Badan Penbgelola Keuangan Haji (BPKH).
DSN-MUI merupakan lembaga yang melaksanakan tugas MUI dalam menetapkan fatwa dan mengawasi penerapannya guna menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah di Indonesia untuk kesejahteraan umat dan bangsa.
KH Ma’ruf Amin menyampaikan, DSN-MUI telah menerbitkan sebanyak 122 fatwa terkait industri keuangan syariah, bisnis syariah, dan ekonomi syariah. Jumlah tersebut adalah termasuk fatwa-fatwa yang disosialisasikan kali ini.
“DSN-MUI merasakan bahwa pembuatan fatwa dewasa ini jauh lebih sulit ketimbang masa-masa tatkala DSN-MUI baru berdiri. Persoalan kontemporer (mu’ashirah) pada bidang keuangan dan ekonomi syariah sangat beragam yang memerlukan pengkajian fiqh yang lebih dalam dan pencarian maraji’-maraji’ yang harus memerlukan upaya-upaya yang lebih besar,” demikian KH Ma’ruf Amin. (Red: Anam)