Imam Masjid New York Amerika Serikat yang berasal dari Indonesia, Shamsi Ali melakukan kunjungan ke kantor MUI, Jakarta. Kedatanganya untuk menjalin silaturahim dan berbagi pengalaman sebagai seorang pendakwah di New York kepada para tokoh ormas Islam di tanah air.
Pria asal Bulukumba Sulsel ini memberikan pengalaman menarik mulai masa kecilnya ketika tinggal sebuah desa dan mengenyam pendidikan di pesantren kemudian kuliah di Islamabad, Pakistan. Shamsi Ali juga sempat tinggal Jeddah dan akhirnya menetap di new york dan menjadi imam masjid disana.
Dalam paparannya, Shamsi menceritakan sebelum peristiwa 11/9, “kebanyakan orang Amerika menganggap Islam sebagai agama yang terbelakang tidak mengenal ilmu dan tehnologi. Islam juga digambarkan sebagai orang yang memamakai jubah dengan naik onta dan tidak menghormati HAM dan diskriminasi terhadap kaum perempuan,” katanya di Kantor MUI, Jakarta, Jumat (21/11/2014).
Shamsi mengaku dirinya mulai berdakwah bukan dengan ceramah, karena kalau itu dilakukan tidak akan efektif, karena ada kebencian yang tidak disadari oleh orang Amerika. Bahkan seorang Capres asal partai Republik Donald Triumph yang saat itu mencalonkan diri, tidak mengetahui apa itu Islam, dia hanya menyatakan, Islam itu problematik.
Namun ketika mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengannya, dia kaget karena melihat seorang Imam yang orang Indonesia bertubuh pendek dengan banyak senyum, sehingga gambaran Islam yang hanya dikaitkan dengan orang Arab tidak terjadi. Dari pertemuan itulah shamsi akhirnya menyimpulkan, strereotype Barat masih terjadi. Shamsi mengajak agar umat Islam dapat membangun komunikasi dengan non muslim, ini penting agar dakwah Islam bisa lebih efektif.
Menurutnya, peristiwa 11 September menandai relasi baru antara Islam dan non-Muslim, meski dalam banyak kasus, masjid-masjid di AS banyak yang dicorat-coret dan dilempari daging babi. Tetapi beruntung masjid yang dipimpinnya aman dari tindakan itu, jutsru ada banyak kalangan mengirimkan bunga dan menawarkan bantuan, karena mereka memahami komunitas Muslim paling disudutkan saat itu.
Shamsi menceritakan, setelah peristiwa itu dirinya diajak oleh walikota New York untuk menyampaikan pidato, dan dia menyatakan, peristiwa ini tidak ada kaitan sama sekali dengan agama. Namun dia juga mengakui bahwa ada kalangan Muslim yang keras dan namun yang cinta damai justru lebih banyak.
Poin lain yang disampaikan Shamsi adalah pentingnya membangun hubungan baik dengan pemerintah, itulah yang dilakukan Shamsi pertama kali, banyak komunitas Muslim AS yang masih enggan untuk menjalin hubungan baik dengan pemerintah, karena mereka menganggap pemerintahan AS adalah pemerintahan kafir. “Ini yang salah, kalau tidak ada komunikasi bagaimana Muslim bisa mendirikan masjid,” katanya.
Kedekatan dengan pemerintah membuatnya dipercaya untuk mengesi materi di akademi kepolisian New York. Dia juga membuka ‘school for non muslim’. Dia mengaku, ketika membuka kelas ini, ternyata yang datang sangat banyak. Ada yg serius., ada yang hanya mendengar, mencari kesalahan dan bahkan mencaci maki. Menurutnya, orang AS, mempunyai karakter cepat merasa bersalah. Mereka cepat minta maaf. “Dengan izin allah orang yang mencaci maki Islam itu justru masuk Islam,” katanya.
Dakwah yang dilakukan Shamsi adalah dakwah dari hati. Ketika dari hati akan mudah merasuknya dan hati adalah identik dengan rasa cinta krn itu akan berdampk pda kita. Rasulullah tidak terlalu keras tidak filosofis. Tetapi penyampaian dakwahnya dari hati.
Orang Barat sekarang butuh sentuhan spiritual. “Jangan kita membenci. Tetapi kita harus kasihan, jangan kita hanya ingin masuk surga sendiri. Sekarang agama yg berkembang pesat di AS adalah budha karena mereka kering spiritualitas,” katanya.
Bijak dalam berdakwa sangat penting, ajakan adalah upaya persuasi, jangan sampai dalam berdakwah malah bernada mengusir, misalnya.mengkritik hal hal kecil seperti halnya jenggot.