Majelis Ulama Indonesia akan menggelar Kongres Umat Islam ke enam di Yogyakarta pada 8-11 Februari 2015 di Yogyakarta, pertemuan terbesar umat Islam itu akan mengambil tema Politik Islam Indonesia sebagai gerakan Penguatan Ekonomi dan Peradaban Umat.
“Kongres akan mengajak bersatunya umat Islam dalam satu pandangan, umat Islam sering tidak bersatu, berjalan dengan konsep sendiri-sendiri, KUI mencoba untuk menyamakan cara pandang terkait keberadaan Islam di Indonesia,” kata Ketua Penyelenggara KUI Drs. Slamet Efendy Yusuf di Jakarta, Rabu (11/12/2014).
Menurutnya, Kongres Umat Islam tersebut akan menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi umat Islam, sampai saat ini justru umat Islam Indonesia terkesan tertinggal dalam segala bidang kehidupan, baik ekonomi, peradaban hingga masalah politik. “Oleh karena itu Umat Islam Indonesia membutuhkan instrument gerakan yang integral dan mampu mengakomodir kepentingan umat Islam sekaligus keIndonesiaan,” katanya.
Dengan Kongres ini, Slamet berharap, Umat Islam mampu untuk berbagi, baik itu ide maupun lainnya. “Jadi umat Islam jangan sampai dilepaskan dengan semangat keindonesiaan. Umat Islam di Indonesia mempunyai ciri yang paling solid di dalam negeri damai, hal itu jika di banding dengan umat Islam di penjuru dunia lainnya,” katanya.
Saat ini, Harus ada kelompok yang mempelopori kesatuan umat Islam, dan harus berani yang berterus terung, tidak boleh ada satu kelompok Islam di Indonesia yang merasa urusan umat Islam merasa bisa ditangani sendiri. Urusan Islam dan Bangsa ini hanya bisa dicapai melalui gotong royong semua elemen Islam.
Sementara itu, Drs H Ahmad Hamim Azizi MA, Sekretaris Dewan Pertimbangan Al Wasliyah berharap Kongres Umat Islam ini mereposisi Umat Islam, arena dalam sejarahnya, Umat Islam sangat menentukan dalam membangun negara ini, “Perannya sangat besar bagi Indonesia, saat itu ada partai Masyumi, namun setelah banyak pengaruh perebutan kedudukan yang membuat politisi Islam terpecah belah,” katanya. Dia menambahkan, di kalangan Ormas Islam juga masih tidak satu visi, termasuk pada masalah-masalah khilafiah, meski demikian, dia berharap masalah khilafiah ini tidak perlu diperbesar, sehingga bisa saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat yang ada di kalangan umat Islam.
Sementara itu perwakilan PERTI Surya Nurul Huda menyampaikan, KUI bisa membuat rekomendasi yang membangun moral bangsa kita, karena budaya dan akhlak kita sudah menjadi rusak karena perdagangan bebas, Penegakan hukum, hendaknya bisa dilakukan dengan cara damai, seperti ketika ada konflik atau pembunuhan, harusnya dicari pola perdamaian terlebih dahulu sebelum ada vonis hakim, “Jangan sampai ketiksa seorang kriminal dihukum, ketika keluar dari penjara dia berbuat pembunuhan lagi, atau paling tidak mendapat balasan dari korban, karena tidak ada pendekatan perdamaian,” katanya.
Perempuan Sarekat Islam Ely Zanibar Madjid mempunyai usulan agar KUI juga menaruh perhatian pada isu perempuan, dengan mengikuti agenda kementerian pemberdayaan perempuan di KPPA dan Konvensi PBB. “Bagaimana nanti perlindungan perempuan dan anak menurut Islam bisa dipaparkan dalam Kongres tersebut. Sehingga pendekatan Islam dalam pendidikan yang mengedepankan pendidikan karakter bisa ditawarkan,” katany.
Penyelenggaraan KOI VI kali ini diharapkan bisa memperkuat paradigma dan menyatukan persepsi untuk kemajuan umat Islam dalam mengawal kedaulatan Pancasila, NKRI dan UUD 1945. Dalam hal peran umat Islam, panitia penyelenggara ingin memperkuat kontribusi umat Islam Indonesia dalam program kesejahteraan rakyat yang pada gilirannya akan menjadi sebuah rumusan kerja keumatan secara strategis yang mampu memperkuat kebersamaan, keadilan, kesejahteraan dan identitas umat Islam dalam mengawal Pancasila.