JAKARTA — Menjelang pilkada serentak yang berlangsung Juni 2018 mendatang, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Ma’ruf Amin memandang penting keberadaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Forum yang terbentuk dari keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri ini, tutur Kiai Ma’ruf, berguna untuk mengurangi konflik ketika Pilkada berlangsung. FKUB adalah wadah berkumpulnya perwakilan agama-agama di Indonesia yang salah satunya bertugas mengawal pembangunan rumah-rumah ibadah. FKUB juga memberikan masukan terkait kerukunan kepada gubernur maupun bupati dan wali kota guna menjamin kerukunan di daerah. Pascaterbentuknya FKUB, Kiai Ma’ruf bersyukur karena konflik agama di daerah berangsur-angsur menurun.
“Alhamdulillah (setelah adanya FKUB) konflik itu minim sekali terjadi di daerah itu. Karena itu saya mengusulkan supaya kedudukan FKUB yang selama ini hanya ada didasarkan pada peraturan bersama menteri, dikuatkan perannya itu melalui penetapan melalui UU,” ungkap Kiai Ma’ruf Rabu (18/04) di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.
Kiai Ma’ruf memang berulangkali mengatakan Indonesia sudah memiliki landasan kuat berupa Pancasila dan UUD. Pancasila menurut Kiai Ma’ruf tertuang dalam piagam Jakarta terinspirasi dari Piagam Madinah. Piagam Madinah adalah perjanjian Rasulullah SAW kepada Yahudi dan Nasrani untuk hidup berdampingan dengan damai.
“Piagam Jakarta yang akhirnya setelah dibuang tujuh katanya dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya dibuang kemudian dijadikan mukaddimah UUD 1045, ” ujar Kiai Ma’ruf.
“Kita bisa bayangkan andaikata mereka dulu tidak mencapai titik temu, kalimatun sawa’, tidak ada NKRI. Andaikata ulama dulu menolak membuang tujuh kata di piagam Jakarta, tidak ada NKRI,” ujar Kiai Ma’ruf.
Namun, lanjut Kiai Ma’ruf, dua landasan itu masih belum cukup. Indonesia yang penduduknya majemuk, agamanya banyak, dan etnisnya beragam, membuka potensi konflik yang luar biasa besar. Untuk itu diperlukan langkah pengawalan dari pranata (lembaga) baik yang dibentuk pemerintah, swasta, maupun dihimpun masyarakat.
Pengawalan kerukunan oleh pemerintah misalnya melalui Kementerian Agama dan pengawalan oleh majelis-majelis agama dibentuklah MUI, Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), maupun Majelis Tinggi Agama Khonghucu (MATAKIN).
“Tetapi (dari beberapa lembaga) yang justru sangat strategis di garda terdepan itu justru FKUB-FKUB di berbagai provinsi dan kabupaten kota, ” katanya.
Melihat masalah kerukunan yang begitu penting dan strategisnya peran FKUB di daerah, Kiai Ma’ruf mengusulkan negara membuat APBN khusus untuk FKUB. Adanya pendanaan tersebut akan memacu kinerja FKUB lebih optimal. Sehingga konflik di daerah-daerah bisa ditekan.
Selain sokongan kepada lembaga-lembaga yang mendorong perdamaian, Kiai Ma’ruf berpesan agar umat membangun paradigma ukhuwah Islamiah (persaudaraan sesama Islam) dan ukhuwah wathaniah (persaudaraan sebangsa setanah air). Dua hal inilah yang menjadikan masyarakat luar negeri meganggap Indonesia luar biasa dengan kemajemukannya.
“Saudara sesama Islam dan saudara sesama bangsa inilah yang membuat negara kita Indonesia utuh sampai hari ini, ” ujarnya.
“Dengan tingkat kemajemukan yang tinggi kita mampu (menjaga kerukunan), karena kita punya pranata-pranata seperti FKUB dan kita juga punya paradigma yang menyatukan kita, ukhuwah Islamiah dan ukhuwah wathaniah, ” katanya.
Ke depan, paradigma yang harus dimunculkan adalah ukhuwah Insaniah, persaudaraan sesama manusia. Kerukunan yang selama ini ada di Indonesia juga kemungkinan bisa ditularkan ke negara-negara lain di dunia. Melalui paradigma ini, diharapkan dunia menjadi semakin damai dan kegaduhan-kegaduhan di antara bangsa-bangsa lekas mereda. (Azhar/Din)