JAKARTA –- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengangkat tema “Dana Pembangunan Melalui Pinjaman Urgensi dan Solusinya” pada Pleno Ke-27 di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.
Acara yang diselenggarakan pada Rabu (25/4) semula mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala Bappenas Prof Bambang PS Brodjonegoro, namun karena narasumber masih di luar negeri, pleno berlanjut dengan sharing argumen terkait dana pembangunan melalui pinjaman.
Prof Didin Hafiduddin, wakil Dewan Pertimbangan MUI, dalam pembukaannya merasa khawatir dengan tingginya hutang negara meliputi pemerintah dan swasta yang mencapai 7000 trilyun rupiah.
“Membangun lewat dana dari hutang dikhawatirkan membuat kita lemah, seperti akhir dari do`a min gholabatid dain wa qahrir rijal, “ ungkap Prof Didin.
Berdasarkan doa tersebut, katanya, ummat Muslim berlindung dari berbagai hal yang buruk yang ujungnya ada permohonan berlindung dari hutang dan tekanan seseorang, karena hal tersebut saling berkaitan.
“Jika seseorang berhutang maka akan ada tekanan, ” katanya.
Lebih lanjut, Eddy Kuntadi, perwakilan dari Masyarakat Ekonomi Syariah menekankan hutang luar negeri itu muncul karena pembiayaan yang berasal dari institusi dalam negeri tidak mencukupi pembiayaan pembangunan.
Dalam perhitungan ekonomi, banyak pembahasan terkait perbandingan terhadap Gross Domestic Product (GDP), namun pihaknya tak tau persis komposisi hutang negara.
“Saya belum lihat komposisi hutang saat ini, bisa kita catat dan tanyakan ke pihak terkait, ”imbuhnya.
Anggota Wantim MUI, Zein Smith dari Rabitah Alawiyah merasa khawatir terhadap kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif akan hilang jika negara banyak memiliki hutang.
“Negara Asing akan mudah mendikte bangsa Indonesia, dan Politik Bebas Aktif akan hilang, “ ungkap Zein.
Dikarenakan para narasumber belum dapat hadir, hasil keputusan pleno wantim ke-27 adalah mengulang kembali tema ini pada pleno selanjutnya dengan kembali mengundang pihak-pihak terkait. (Ichwan/Din)