JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan duka mendalam atas musibah gempa yang melanda Maroko, Jumat (8/9/2023) malam waktu setempat.
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, dalam keterangan tertulis kepada MUIDigital pada Ahad (10/9/2023).
“Atas nama Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia saya menyampaikan duka mendalam atas musihah yang melanda Maroko. Untuk semua korban yang wafat dalam musibah gempa besar ini saya sampaikan “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Allahummagh firlahum warhamhum wa afihim wa’fu anhum,” kata dia.
Dia pun berdoa untuk korban yang sedang dirawat semoga segera sembuh, untuk korban lainnya yang masih dalam pencarian, semoga selamat dan sehat, serta tim penyelamatan dan evakuasi juga diberi kemudahan oleh Allah SWT.
Sudarnoto berdoa semoga keluarga korban dan pemerintah Maroko diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi musibah itu.
“Kepada Raja dan seluruh rakyat dan bangsa Maroko serta keluarga yang ditinggalkan akibat musibah ini dengan segala hormat MUI ikut prihatin semoga senantiasa bersabar, tawakal atas Ttakdir Allah ini,” lanjutnya.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan 2.012 orang tewas dan 2.059 orang terluka, termasuk 1.404 orang dalam kondisi kritis. Survei Geologi AS mengatakan bahwa gempa tersebut berkekuatan 6,8 SR dengan pusat gempa sekitar 72 km (45 mil) barat daya Marrakech.
Gempa terjadi di pegunungan High Atlas di Maroko pada Jumat (8/9/2023) malam, merusak bangunan bersejarah di Marrakesh, kota terdekat dengan pusat gempa.
“Semoga Allah juga memberikan jalan kemudahan untum menata kembali dan membangun Maroko dengan baik menjadi bangsa besar dan kokoh” ucap dia.
Menurut Sudarnoto, kesedihan Maroko juga kesedihan bersama termasuk umat Islam Indonesia. Dia mengajak umat bahu-membahu untuk memberikan pertolongan dan doa kepada rakyat Maroko.
“Ini menjadi momentum untuk memperkuat solidaritas kemanusiaan siapapun baik pribadi, lembaga sosial kemasyarakatan, maupun lembaga filantropi dan pemerintah,” paparnya. (A Fahrur Rozi, ed: Nashih)