JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pertumbuhan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Ini disebabkan cukup banyak BPR Konvensional yang dikonversi menjadi BPR Syariah.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nyimas Rohmah di hari kelima Workshop Pra-Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah (DPS) VIII 2023. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Mercure Jakarta Batavia, Jumat (8/9/2023).
“Kalau dilihat dari jumlahnya, BPRS ini sebenarnya cukup tinggi pertumbuhannya secara jumlah karena dalam beberapa tahun terakhir cukup banyak BPR Konvensional yang dikonversi menjadi BPR Syariah,” paparnya saat menjadi pemateri diskusi.
Nyimas menyampaikan bahwa sampai dengan Juni 2023, total aset industri Perbankan Syariah Indonesia mencapai Rp 822,53 triliun. Industri ini terdiri dari 13 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 171 Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).
Kendati demikian, ia berharap perbankan syariah bisa tumbuh lebih dari angka tersebut. Jika melihat total aset industri Perbankan Syariah dibandingkan total Perbankan Nasional yang telah mencapai angka 7,31%, maka pertumbuhan ini masih bisa ditingkatkan.
“Ini menjadi tugas kita semua, khususnya terkait literasi, edukasi, dan sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat Indonesia mengenai perbankan syariah, sehingga mereka mau bertransaksi di perbankan syariah,” ujarnya.
Kepada MUIDigital dan TVMUI, ia mengatakan pentingnya peran DPS dalam rangka pengembangan industri perbankan syariah di Indonesia.
Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan DPS yang pertama adalah melakukan pengawasan kesesuaian prinsip syariah pada BPRS. Pengawasan ini untuk menjamin kesyariahan BPRS sehingga kepercayaan masyarakat terjaga.
“Kedua, DPS dapat melakukan pembinaan ataupun pendidikan kepada internal perbankan syariah mengenai prinsip-prinsip syariah, sehingga pegawai bank syariah dapat memberikan penjelasan yang tepat kepada masyarakat mengenai perbankan syariah, dan apa perbedaannya dengan perbankan konvensional,” terangnya.
Lebih lanjut, Nyimas menyampaikan perkembangan regulasi terkait BPRS. Menurutnya, DPS BPRS perlu mencermati dan mengetahui beberapa ketentuan. Misalnya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK).
“Khususnya terkait badan hukum BPRS, Penggabungan dan Peleburan, Penyesuaian definisi dan klasifikasi Simpanan dan Investasi, Posisi DPS sebagai Pihak Terafiliasi yang setara dengan Komisaris, Direksi, dan Internal Bank, serta Kegiatan Usaha BPRS, ” ujarnya.
Selain itu, beberapa aturan dari OJK yang patut menjadi perhatian DPS untuk semakin mengembangkan BPRS adalah POJK Nomor 26 tahun 2023 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, SE OJK Nomor 7 tahun 2023 tentang Perubahan Kegiatan Usaha (Konversi) BPR Menjadi BPRS, serta SE OJK Nomor 10 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Produk BPRS. (Shafira Amalia/Azhar)