JAKARTA – Pada hari ketiga Workshop Pra-Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah (DPS) VIII 2023, Sekretaris Badan Pelaksana Harian (BPH) DSN-MUI Prof Jauh Mubarok menegaskan tiga hal kepada para DPS. Tiga hal itu mengerucut pada menyatukan pemahaman DPS.
Pertama, agar DPS satu paham, maka perlu memahami isi Fatwa DSN secara utuh. Bagaimanapun DPS merupakan kepanjangan DSN MUI di perusahaan.
“Pertama, diharapkan semua DPS dapat memahami dan menguasai seluruh DSN-MUI dengan baik dan benar,” ungkap Prof Jaih di Hotel Mercure Jakarta Batavia, Rabu (6/9/2023).
Menurutnya, “memahami” dan “menguasai” seluruh fatwa DSN-MUI ini merupakan hal terpenting bagi DPS sebagai kepanjangan tangan dari DSN-MUI dalam menjalankan tugasnya mengawasi jalannya fatwa yang telah dikeluarkan DSN.
“Khususnya fatwa-fatwa yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab DPS di bidang yang diawasinya, baik di Lembaga Keungan Syariah (LKS), Lembaga Bisnis Syariah (LBS), maupun Lembaga Perekenomian Syariah (LPS),” tambahnya.
Kedua, lanjut dia, berkenaan dengan pemahaman terhadap Fatwa DSN-MUI ini. Apabila DPS menemukan beberapa hal yang dianggap lemah atau janggal dalam fatwa, agar disampaikan kepada DSN jangan kepada masyarakat.
“Apabila di antara para DPS menilai atau beranggapan terdapat diktum-diktum atau norma yang terdapat dalam Fatwa DSN-MUI mengandung kelemahan (marjuh), agar disampaikan kepada DSN-MUI dan jangan disampaikan di luar atau di masyarakat, yang seolah-olah meragukan atau tidak percaya terhadap Fatwa DSN-MUI,” beber sekretaris BPH DSN-MUI tersebut.
Karena fatwa yang disahkan oleh DSN-MUI, sambungnya, merupakan fatwa yang sudah melalui proses ijtihad dengan pendapat yang dianggap arjah (paling rajih) saat ini. Fatwa tersebut juga sudah mempertimbangkan berbagai aspek baik dari segi Mashadir al-Ahkam, Dalil al-Ahkam, maupun Atsar dan Maqashid Syariah.
Ketiga, sambung Prof Jaih, terkait rencana penyelarasan terhadap beberapa ketentuan Fatwa-fatwa DSN-MUI yang sudah ada.
Keselarasan fatwa satu dengan yang lainnya diharapkan mengurangi keraguan DPS dalam memahami fatwa.
“Hal ini karena kita menemukan beberapa fatwa yang mengharuskan adanya penyelarasan agar lebih memberikan kepastian dan menghindari pemahaman yang beragam dan penerapan yang bertolak belakang antara satu lembaga industri dengan lembaga lainnya,” tutupnya. (Ilham Fikri/Azhar)