JAKARTA– Era disrupsi mendorong inovasi di berbagai bidang dan tidak jarang mengubah tatanan kehidupan masyarakat termasuk bidang ekonomi, keuangan dan bisnis.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia hadir sebagai lembaga yang diberikan kewenangan dalam menjawab tantangan pada tiga bidang tadi dengan berbasis syariah.
DSN-MUI menjawab tantangan itu dengan menerbitkan fatwa yang bisa dijadikan pedoman baik oleh industri maupun masyarakat banyak. Terhitung pada September 2023, DSN-MUI telah menerbitkan 156 fatwa. Ini bukti DSN-MUI responsif menghadirkan solusi syariah, tidak hanya cepat tanggap tapi juga tepat.
Hal ini seperti dijelaskan Sekretaris BPH DSN-MUI, Prof Jaih Mubarok dalam Workshop Pra-Ijtima Sanawi DPS VIII, Rabu (6/9/2023) di Hotel Mercure Batavia, Jakarta.
Pada awal pemaparannya, Prof Jaih menegaskan peralihan istilah Majelis Ulama Indonesia yang sebelumnya menggunakan istilah “mengeluarkan fatwa” kini menjadi “menerbitkan fatwa”.
”Kalau dulu karena terpengaruh bahasa Arab ‘takhrij’ jadi DSN-MUI itu (istilahnya) mengeluarkan fatwa, (sementara) sekarang itu terpengaruh istilah ‘ishdar’ makanya (berubah menjadi) menerbitkan fatwa, ” jelasnya.
Tidak hanya perubahan istilah, perubahan-perubahan lain demi kemajuan kegiatan ekonomi dan produk keuangan syariah juga menjadi tugas DSN-MUI.
Prof Jaih menyitir kaidah fikih populer,
تغير الفتوى بتغير الْأَمْكِنَةِ وَ الْأَحْوَالِ وَالْعَوَائِدِ
“Fatwa dapat berubah karena perubahan tempat, keadaan, dan kebiasaan.”
“Dalam Fatwa DSN-MUI, selalu dinyatakan bahwa Fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya, ” terangnya.
Sebab itu, Prof Jaih menyebut kebutuhan terhadap fatwa DSN MUI adalah keniscayaan. Lembaga ini menjadi yang paling kompeten di bidang fatwa bisnis, produk keuangan, maupun ekonomi berbasis syariah.
“Perkembangan ekonomi dan produk keuangan syariah dari hari ke hari menuntut solusi fikih (makharij fiqhiyyah) yang cepat dan tepat, karena adanya tuntutan itu, produk yang paling dinamis dan paling banyak melahirkan karya ilmiah adalah fatwa, ” paparnya.
(Ilham Fikri/Azhar)