JAKARTA— Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia kembali mengadakan Standardisasi Dai. Kali ini, Senin (27/8/2023) adalah angkatan ke-24.
Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi, mengatakan di antara bentuk penguatan kompetensi dai harus memiliki sertifikasi kompetensi.
Kiai Zubaidi menjelaskan, hal ini karena kompetensi tidak cukup dengan pengakuan dirinya bahwa memiliki kompetensi, termasuk
para dai.
“Karena kompetensi itu tidak sekadar mengaku saya mempunyai kompetensi ini, tapi harus ada sertifikasi kompetensi,” ujarnya di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023).
Kiai Zubaidi mengaku bahwa standardisasi ini banyak yang menyarankan agar dibawa pada tingkat Lembaga Sertifikasi Profesi atau LSP. Tetapi dia mengaku sampai sekarang belum berupaya membawa standardisasi ini ke tingkat LSP.
“Tapi terus terang saya belum berupaya kesana. Karena saya pikir kalau ke LSP lebih menyulitkan lagi, karena prosesnya panjang,” ungkapnya.
Meski hanya sertifikat kompetensi dari MUI, tapi Kiai Zubaidi optimis bahwa hal ini sudah lebih dari tinggi dari segala-galanya.
“Meskipun hanya tingkat MUI, tapi Insya Allah sudah lebih tinggi dari segala-galanya, sebelum ada undang-undang produk halal, MUI yang tertinggi dalam menetapkan fatwa tentang kehalalan suatu produk,” tegasnya.
Kiai Zubaidi menegaskan bahwa sertifikat kompetensi dai MUI ini digelar salah satu tujuannya untuk mempermudah para dai dalam hal administrasi.
Karena para dai dalam berdakwah di luar negeri membutuhkan sertifikat. Sertifikat dai dari MUI ini sudah terbukti berdasarkan pengalaman dari para lulusan standardisasi dai MUI sebelumnya.
“Mudah-mudahan bapak ibu lulus semua. Pengalaman para dai kita membuktikan sertifikat kita,” ujarnya.
Selain itu, sertifikat kompetensi dai MUI ini juga berfungsi untuk para dai yang berkhutbah di masjid-masjid pemerintah, baik kementerian maupun lembaga.
“Agar tidak digeser dengan alasan apapun, kasih sertifikatnya kalau saya sudah terstandardisasi MUI,” kata dia. (Sadam, ed: Nashih)