Oleh Musthafa Helmy, Wakil Ketua LBPKI MUI
Membahas rokok dan kopi selalu menyenangkan, juga menarik. Tak akan pernah selesai membahasnya. Kapan pun fatwa rokok dikeluarkan dengan keharaman atau makruh (sebagian menyatakan mubah), justru penjualan dan penggunanya meningkat. Jumlah perokok di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini meningkat 10 persen menjadi 69,1 juta (2021) dengan konsumsi 323,9 miliar batang (2022).
Ijtima’ ulama Komisi Fatwa MUI ke3 tahun 2009 di Padang Panjang, Sumatra Barat, juga tak menyatakan jelas keharaman secara mutlak. Rokok hanya haram bagi ibu hamil dan anak-anak dan di tempat umum.
Fatwa tak memutuskan kata sepakat tunggal karena terjadi perdebatan panjang tentang rokok. Demikian juga di kancah dunia, kecuali beberapa negara yang sangat ketat seperti Arab Saudi, namun tak bisa menjamin terhentinya perdagangan rokok di negeri itu yang sebagian besar diimpor dari negara-negara Barat.
Soal rokok dan kopi sudah mencuat lama. Pada awal abad ke-20 ini telah terbit buku (baca kitab) yang ditulis seorang ulama Indonesia tentang rokok. Yaitu Kiai Ihsan bin Dahlan asal desa Jampes, Kediri, Jawa Timur, yang menulis kitab Irsyad al-Ikhwan libayan Syurbil Qahwah wad Dukhan (Petunjuk mengenai ngopi dan merokok).
Buku kecil ini kurang begitu populer karena ditulis dalam bahasa Arab dan dalam bentuk syair bahar rajaz (mustfa’ilun 6x) dalam 160 bait (termasuk mukadimah 18 bait) yang ditulis sekitar tahun 1932.
Tapi dengan merebaknya dunia kopi akhir-akhir ini, kembali kitab kecil itu dilirik orang. Dalam versi digital, kitab ini dilengkap catatan yang ditulis Muhammad bin Muhammad Al-’Arabi, santri lulusan pondok Pesantren Al-Islam Surakarta , Jawa Tengah yang sempat menyempakan ziarah ke makam Kiai Ihsan. Catatan (semacam hasiyah) juga ditulis dalam bahasa Arab dan diterbtkan tahun 2017.
Dalam Muqaddimah 18 bait itu ia menjelaskan bahwa karyanya bermuasal dari karya Syekh Ahmad Dahlan bin Abdullah Semarang. Ia termasuk salah satu ulama Nusantara yang dikenal ahli ilmu falak. Ia lahir di Termas Pacitan Jawa Timur 1862 dan wafat di Semarang 1911. Makamnya berada di sisi timur makam guru dan metuanya, KH Sholeh Darat di TPU Bergota, Semarang.
Syekh Ihsan sengaja menjadikan buku Irsyadul Ikhwan karya Syekh Dahlan ini dalam bentuk syair untuk memdahkan dihafal dan dijadikan rujukan.
Bab pertama Ma fil qahwah wad Dukhan (kandungan kopi dan rokok) dalam 16 bait. Dalam bab ini sudah dijelaskan tentang perbedaan pandangan mengenai rokok yang sebagian besar ulama mengharamkan, dan juga kopi yang hanya selintas dsebut.
Sejak lama masalah rokok sudah menjadi perbedaan di mana-mana, termasuk Mesir. Namun, kopi ikut menjadi perbedaan di kalangan ulama sejak abad 10 Hijriyah.
Ada dua bait yang tak tercantum dalam matannya, dan menjadi tambahan Kiai Ihsan: alayka baklil buni dan seterusnya. Hal ini menjadi tren ulama masa itu untuk mensyarah dan menazamkan karya-karya ulama terdahulu. Safinatun Najah karya Syekh Sumair dinazamkan oleh Syekh Ahmad Qusayairi menjadi Tanwirul Hija.
Pada bab kedua dibahas tentang haramnya rokok yang dinilai membahayakan bagi penggunanya. Ulama yang mengharamkan adalah Syekh Syihabuddin Al-Qalyubi dan Syekh Ibrahim Al-Laqani dalam bab candu (pskotropika). Rokok disamakan dengan narkoba yang bisa mempengaruhi jiwa dan raga manusia. Apalagi bagi kalangan sufi yang sangat ketat mengamalkan agama yang membei waktu betbat selama 40 hari. Hal ini disamakan dengan minum khamar.
Pada bab ketiga adalah bantahan pada pendapat yang mengharamkan rokok. Pendapat yang membolehkan rokok adalah Syekh Abdul Ghani Annablusi (wafat 1143/1631) ulama mazhab Hanafi. Dia memilik karya khusus tentang rokok: Assulh baynal Ihwan fi Hukmi Ibahatid Dukhan.
Dia membolehkan bagi yang mereka yang tak memiliki persoalan kesehatan. Demikan Syek Sibramalisi, Al-Halabi dan Imam Izzudddin ibni Abdissalam. Menurut mereka, rokok bukan zatnya yang haram, tapi faktor lain (thari’) yang mengharamkannya.
A-Bajur memberi jalan tengah dengan hukum makruh, Namun, bisa jadi hiaram jika misalnya dia lebih mementingkan rokok dibandingkan nafkah keluarganya. Sedangkan kopi dihukumkan sama dengan rokok.
Bab terakhir adalah hal yang terkait dengan fikih. Meskipun rokok itu tidak mutlak haram dalam ada tempat yang tak layak unuk merokok, ketika mendengakan pengajan, belajar, ketika mendengarkan ayat-ayat suci Alquran dan dalam rangka penghormatan kepada orang lain.
Demikian juga merokok termasuk membatalkan puasa. Bahkan bagi mereka yang terang-terangan merokok pada Ramadhan pemerintah bisa menghukum. Meskipun ada juga yang menyatakan tak membatalkan puasa.
Azzayadi pernah menyatakan tak membatalkan puasa tapi sebelum tahu perihal rokok. Setelah tahu ia berubah mengharamkan dan membatalkan puasa.
Ulama Kediri
Syekh Muhammad Ihsan bin Muhammad Dahlan Jampes adalah putra kedua daripasangan pendiri Pondok Pesantren Jampes (sekarang berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al-Ihsan), KH Dahlan bin Sleh dengan Nyai Artimah.
Adiknya bernama Marzuqi yang kelak menjadi pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo. Saat berusia 5 tahun, kedua orang tuanya bercerai, ibunya lalu kembali ke desanya di Banjarmelati, Kediri. Dia lahir sekitar 1901 di Jampes, Kediri, Jawa Timur.
Kakek Syekh Ihsan, Kiai Sholeh atau KH. Sholeh Banjamelati adalah seorang ulama asal Bogor, Jawa Barat. Dari silsilah nasab sang kakek masih keturunan dari seorang sultan di daerah Kuningan (Jawa Barat) yang bernasab ke Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon.
Sedangkan, ibunya adalah anak dari seorang tokoh ulama di Pacitan yang masih keturunan Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram pada akhir abad ke-16.
Sejak usia 6 tahun, Syekh Ihsan sudah mendapatkan pendidikan agama dari keluarganya, terutama dari ayah dan kakeknya. Kemudian dia mulai di pondok pesantren Bendo Pare, Kediri yang diasuh oleh pamannya sendiri, KH Khozin. Selanjutnya ia mengaji kepada KH Sholeh Darat Semarang, KH Kholil Bangkalan dan KH Hasyim Asy’ari Jombang. Pada 1932, Kiai Ihsan memikul tanggungjawab besar sebagai pengasuh pesantren jampes.
Kiai Ihsan dikenal dengan sosok ulama yang suka membaca dan menulis. Buku-buku yang dibaca beraneka ragam, mulai dari ilmu agama hingga yang lainnya, dari yang berbahasa Arab hingga bahasa Indonesia.
Naskah yang ditulis antara lain:. Tashrih Al-Ibarat (1930) syarah atas Natijat Al-Miqat karangan KH Ahmad Dahlan, Semarang, dalam ilmu falak. Siraj Al-Thalibin (1932) syarah Minhaj Al-Abidin karya Imam Al-Ghazali. Kitab ini melambungkan namanya. Manahij Al-Amdad (1944) yang belum sempat diterbitkan secara resmi.
Kiai Ihsan wafat pada hari Senin, 25 Dzulhijjah 1371 H atau 16 September 1952 dan dimakamkan di makam keluarga di Desa Putih, Kediri.
Hukum rokok, hukum kopi, Irsyad al-Ikhwan libayan Syurb al-Qahwah wa ad-Dukhan, hukum merokok, kiai ihsan jampes, ulama nusantara, kitab ulama nusantara, karya ulama nusantara