JAKARTA-Akhir-akhir ini kualitas udara di Jakarta terus menjadi perhatian publik karena menunjukkan polusi yang pekat. Laporan terbaru, udara Jakarta masuk kategori tidak sehat dan cenderung memburuk berdasarkan indeks kualitas udara IQAir.
Ketua Pimpinan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup(LPLH) Majelis Ulama Indonesia, Hayu Susilo Prabowo mengatakan, sumber utama emisi atau polusi udara di Jakarta berasal dari penggundulan hutan disertai kebakaran lahan, kendaraan bermotor, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, dan pembakaran sampah.
“Karena di Jakarta itu dikelilingi, itu ada petanya tuh, kalau tidak salah terdapat lima pembangkit listrik batu bara. Jakarta juga kekurangan hutan, mangrovenya juga banyak yang rusak dan kebetulan kondisi sekarang kemarau,” kata dia ketika di hubungi MUIDigital (18/08).
Terkait persoalan polusi udara di Jakarta itu, Hayu merekomendasikan dua hal sebagai jalan keluar yang juga bersifat jangka panjang.
Pertama, pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengurangi emisi melalui sikap bijak dalam bepergian. Menurutnya, emisi yang dihasilkan dari penggunaan motor dan mobil sedikit banyak menyumbang pencemaran udara.
“Kurangi keluar, saling lebih menjaga terhadap sesama. Misalnya kalau ke masjid bisa jalan, iya jalan kaki ajalah, tidak usah pakai motor, atau juga bisa pakai transportasi publik,” paparnya.
Kedua, melakukan mitigasi dengan cara memperbanyak menanam pohon. Menurut Hayu, selain karbon dioksida kembali terserap oleh pepohonan, menanam pohon merupakan bagian dari hal yang dianjurkan dalam agama Islam.
Di samping itu, dia juga menyebut, bahwa pihaknya saat ini juga sedang merumuskan fatwa terkait tingginya emisi atau polusi udara.
“Jadi efek jangka pendeknya itu untuk kesehatan, dan jangka panjangnya untuk perubahan iklim,” kata dia.
Dia pun menghimbau agar umat senantiasa memiliki sikap yang ramah terhadap lingkungan. Sejumlah fatwa MUI, kata dia, juga bentuk himbauan agar umat dapat peduli terhadap kondisi, lingkungan sekitar, seperti fatwa mengelola sampah, menanam pohon, menjaga satwa langka.
“Sebenarnya fatwa-fatwa itu bagaimana merubah perilaku kita agar ramah lingkungan. Artinya, kita perlu sadar bahwa kehidupan manusia ini bergantung pasa bumi. Kalau buminya rusak, punahlah kita semua,” jelas dia.
(A Fahrur Rozi/Angga)
JAKARTA-Akhir-akhir ini kualitas udara di Jakarta terus menjadi perhatian publik karena menunjukkan polusi yang pekat. Laporan terbaru, udara Jakarta masuk kategori tidak sehat dan cenderung memburuk berdasarkan indeks kualitas udara IQAir.
Ketua Pimpinan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup(LPLH) Majelis Ulama Indonesia, Hayu Susilo Prabowo mengatakan, sumber utama emisi atau polusi udara di Jakarta berasal dari penggundulan hutan disertai kebakaran lahan, kendaraan bermotor, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, dan pembakaran sampah.
“Karena di Jakarta itu dikelilingi, itu ada petanya tuh, kalau tidak salah terdapat lima pembangkit listrik batu bara. Jakarta juga kekurangan hutan, mangrovenya juga banyak yang rusak dan kebetulan kondisi sekarang kemarau,” kata dia ketika di hubungi MUIDigital (18/08).
Terkait persoalan polusi udara di Jakarta itu, Hayu merekomendasikan dua hal sebagai jalan keluar yang juga bersifat jangka panjang.
Pertama, pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengurangi emisi melalui sikap bijak dalam bepergian. Menurutnya, emisi yang dihasilkan dari penggunaan motor dan mobil sedikit banyak menyumbang pencemaran udara.
“Kurangi keluar, saling lebih menjaga terhadap sesama. Misalnya kalau ke masjid bisa jalan, iya jalan kaki ajalah, tidak usah pakai motor, atau juga bisa pakai transportasi publik,” paparnya.
Kedua, melakukan mitigasi dengan cara memperbanyak menanam pohon. Menurut Hayu, selain karbon dioksida kembali terserap oleh pepohonan, menanam pohon merupakan bagian dari hal yang dianjurkan dalam agama Islam.
Di samping itu, dia juga menyebut, bahwa pihaknya saat ini juga sedang merumuskan fatwa terkait tingginya emisi atau polusi udara.
“Jadi efek jangka pendeknya itu untuk kesehatan, dan jangka panjangnya untuk perubahan iklim,” kata dia.
Dia pun menghimbau agar umat senantiasa memiliki sikap yang ramah terhadap lingkungan. Sejumlah fatwa MUI, kata dia, juga bentuk himbauan agar umat dapat peduli terhadap kondisi, lingkungan sekitar, seperti fatwa mengelola sampah, menanam pohon, menjaga satwa langka.
“Sebenarnya fatwa-fatwa itu bagaimana merubah perilaku kita agar ramah lingkungan. Artinya, kita perlu sadar bahwa kehidupan manusia ini bergantung pasa bumi. Kalau buminya rusak, punahlah kita semua,” jelas dia.
(A Fahrur Rozi/Angga)