JAKARTA— Polusi udara Jakarta meningkat dan menjadi perbincangan hangat sekaligus mengkhawatirkan belakangan ini. Pasalnya peristiwa tersebut merupakan rusaknya lingkungan. Lalu bagaimanakah respons Alquran tentang kerusakan lingkungan?
Sejatinya, sejak awal Alquran telah menyatakan bahwa bumi dan seisinya diciptakan untuk umat manusia. Hal ini berarti bumi adalah lingkungan yang Allah SWT siapkan untuk keberlangsungan hidup manusia. Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 30 menyebutkan tugas manusia di bumi adalah sebagai khalifah, firman-Nya:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ….
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi….”
Mengutip Tafsir Al-Misbah kata khilafah pada ayat di atas menyiratkan adanya tanggung jawab. Manusia diberikan tanggung jawab untuk mengemban tugas di bumi dengan bijaksana. Tentunya apabila kebijaksanaan tersebut hilang, maka yang terjadi adalah kerusakan dan pertumpahan darah.
Melihat fenomena polusi udara Jakarta yang mengkhawatirkan sebagaimana telah diberitakan dalam berbagai media. Alquran menggunakan istilah fasaad untuk menyebut istilah “kerusakan”.
Sebagaimana yang dikutip dari Tafsir Al-Qur’an Tematik “Pelestarian Lingkungan Hidup” dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI setidaknya terdapat tiga ayat yang menyebut kata fasaad. Kata tersebut mengandung makna kerusakan salah satunya perilaku merusak bumi.
Pertama, perilaku menyimpang dan tidak bermanfaat. Berkenaan dengan poin ini, Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-A’raf ayat 56. Berikut firman-Nya:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِييْنَ
Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.”
Asy-Syaukani dalam Fath al-Qadir menjelaskan ayat tersebut secara tegas melarang manusia untuk berbuat kerusakan apapun bentuknya. Hal ini termasuk perilaku yang bersifat merusak, membunuh, mencemari sungai, dan sebagainya. Selain itu juga termasuk perbuatan yang menyangkut aqidah seperti kemaksiatan, kemusyrikan, dan juga kekufuran.
Kedua, perilaku merusak (destruktif). Kata fasaad selanjutnya terdapat dalam surat an-Naml ayat 34. Allah SWT berfirman:
قَالَتْ اِنَّ الْمُلُوْكَ اِذَا دَخَلُوْا قَرْيَةً اَفْسَدُوْهَا وَجَعَلُوْٓا ااَعِزَّةَ اَهْلِهَآ اَذِلَّةً ۚوَكَذٰلِكَ يَفْعَلُوْنَ
Artinya: “Dia (Balqis) berkata, “Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina. Demikianlah yang mereka akan perbuat.”
Mengutip kitab Mafatih al-Ghaib karya imam ar-Razi, term ifsaad dalam ayat di atas berarti berarti merusak apa saja yang ada, baik benda maupun orang. Perilaku tersebut dapat berupa membakar, merobohkan, maupun menjadikan mereka tidak berdaya dan kehilangan kemuliaan.
Ketiga, kerusakan lingkungan. Berkenaan dengan polusi udara Jakarta tentu erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan yang terjadi. Sejak awal Alquran telah menceritakan tentang kerusakan yang terjadi di bumi, firman-Nya dalam surat ar-Rum ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِععُوْنَ
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Dalam Mafatih al-Ghaib disebutkan bahwa beberapa ulama berpendapat bahwa kerusakan di darat dan laut dapat berupa banjir bandang, musim paceklik, kekurangan air, kematian sia-sia, kebakaran, gagal panen, hingga krisis ekonomi. Tentunya dalam konteks kekinian tidak terlewat pula kerusakan tersebut dapat diartikan dengan tingginya polusi udara.
Sejatinya Allah SWT telah mengabarkan kepada manusia untuk bijaksana dalam mengemban amanah sebagai khalifah di bumi. Amanah tersebut haruslah disertai dengan kebijaksanaan.
Bumi menjadi tempat umat manusia tinggal. Jika tempat tersebut dirusak, maka secara otomatis rusak pula tatanan kehidupan manusia. Padahal Allah telah berulang kali melarang manusia untuk merusak bumi demi menjaga keseimbangan hidup manusia itu sendiri.
Menanggapi polusi udara Jakarta yang terus meningkat, tentu perlu ada kesadaran dari seluruh pihak baik pemerintah maupun masyarakat untuk menanganinya. Tak hanya Jakarta, tapi manusia harus merawat, menjaga, dan menyelamatkan seluruh wilayah di penjuru dunia seperti amanah yang Allah berikan kepada manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. (Isyatami Aulia, ed: Nashih).