JAKARTA – Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Majelis Ulama Indonesia (HLNKI MUI) menggelar Diskusi Internasional yang mengusung tema “Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN.”
Diskusi yang berlangsung hybrid dan berlokasi utama di Aula Buya Hamka MUI Jakarta, Senin (7/8/2303) tersebut berangkat dari maraknya kasus Islamofobia di media sosial. Salah satunya adalah pembakaran Alquran yang merupakan kitab suci bagi umat Islam.
Islamofobia sendiri merupakan bentuk kebencian atau ketakutan yang tidak logis terhadap agama Islam, yang mana dampak dari Islamofobia ini dapat menimbulkan kegaduhan di ranah publik hingga masuk dalam kategori penistaan/penodaan agama.
“Dalam pemikiran Islam, fobia dapat diartikan sebagai ‘ketakutan’ yang tidak wajar terhadap umat Islam. Jadi Islamofobia hanya bisa menjadi ketakutan yang berlebihan terhadap Islam,” ujar Buya Amirsyah.
Menanggapi maraknya Islamofobia di beberapa negara, Sekjen MUI meminta agar umat Islam dapat bersatu untuk menyusun strategi-strategi dan solusi yang tepat menghadapi fenomena Islamofobia ini.
Dia menyatakan, umat Islam harus menjadi bagian dari solusi Islamofobia. “Salah satu strategi yang dapat kita lakukan adalah mengajak ilmuwan di seluruh dunia untuk berpikir rasional dan menolak berbagai kekhawatiran, ketakutan, agar kita bisa hidup bersama dengan aman dan damai,” terangnya.
Dalam sambutannya, beliau mengutip salah satu ayat Alquran yang berbunyi:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِـُٔوا۟ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفْوَٰهِهِمْ وَٱللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِۦ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْكَٰفِرُونَ
Artinya: “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya,” (QS As Saff ayat 8).
“Tentu orang-orang yang tidak suka dengan Islam akan senantiasa memadamkan cahaya Islam. Tetapi Allah SWT memberikan cahaya kepada orang-orang yang tidak suka terhadap Islam, untuk mencerahkan dan mencerdaskan umat dan bangsa ini dalam rangka untuk mewujudkan perdamaian,” tuturnya.
“Oleh karena itu pembakaran Alquran yang terjadi di beberapa negara adalah sebuah perbuatan yang menunjukkan kekerasan terhadap keyakinan umat Islam. Untuk itu, sepatutnya untuk kita tolak dan kita kecam,” kata dia menambahkan.
Menanggapi fenomena Islamofobia yang semakin meluas, menurutnya para cendikiawan dan ilmuwan harus bersatu melawan untuk membangun peradaban dunia yang maju mengemban misi kemanusiaan yang bermartabat.
Dalam sambutannya, beliau juga merekomendasikan beberapa poin yang dapat didiskusikan, di antaranya :
- Mengutamakan penguatan diplomasi melalui ekonomi, politik, sosial, budaya dan pertahanan keamanan (Hankam) di kawasan ASEAN
- Mendukung negara di dunia yang memiliki undang-undang anti penistaan agama, termasuk Indonesia
- Mencegah Islamofobia merupakan momentum bagi dunia Islam untuk bersatu dan bangkit
- Tahun baru Hijriyah 1445 H sebagai momentum mengajak dunia Islam bersatu melawan Islamofobia. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)