Thobib Al-Asyhar
Liputan Luar Negeri ke Abu Dhabi
Satu hal menarik yang saya kunjungi di Abu Dhabi adalah Grand Mosque Muhammad ben Zayed (MBZ). Sebuah masjid jumbo yang sangat masyhur dengan didesain atau artitektur berkualitas premium. Masjid ini menjadi salah satu destinasi wisata yang sangat menarik. Sesiapa yang ke Abu Dhabi tidak mampir ke sini, berarti akan kehilangan kesempatan mengetahui seluk beluk UEA. Rugi bandar lah, kate orang Betawi.
Saat melewati masjid ini dari bandara, sejak awal saya sudah sangat ingin berkunjung. Saya bilang sama temen KBRI, pak nanti saya akan ke masjid itu untuk shalat. Dijawab, harus pak. Rugi kemari kalau nggak mampir ke situ. Tujuannya sih disamping untuk melihat bangunannya, juga utk memperbanyak tempat-tempat sujud, yang kelak bisa jadi saksi saat menghadap Tuhan.
Nah, untuk menuju ke tempat ini, dari hotel tempat saya menginap naik taksi sekitar 25 menit. Biaya taksinya sedikit agak mahal dibanding tarif taksi Jakarta. Tapi so far masih terjangkau oleh kantong saya. Kira-kira 40 dirham. Kalau dirupiahkan sekitar 150 ribu.
Begitu sampai di sekitar kompleks masjid ini rasanya ingin segera masuk. Keren abiss. Wan Abud bilang: ajiiiib. Semua bahan bangunan berkualitas number one. Saya nggak lihat ada bagian atau sudut yang gompel atau rusak. Semua tops dan jozzz. Kualitas masjid sesuai dengan ambisi MBZ yang ingin negaranya melebihi dari negeri lain, for everything.
Nah, kalau mau tahu kapan masjid ini dibangun, berapa luasnya, berapa biaya pembangunan yang dihabiskan, please dech, search di google aja ya masbro. Tapi saya ingin menjelaskan tentang seluk beluk dan fenomena yang ada. Lalu saya ajak anda untuk merenung, biar bisa ambil manfaat dari tulisan ini.
Bagi yang sudah pernah berkunjung ke sini, nggak apa-apa kok baca tulisan ini sambil menikmati note saya ini dengan rileks. Tapi muhun maap jikalau masih ada yg tidak lengkap juga. Maklumlah namanya juga kunjungan singkat. Wisata spiritual sambil menjalankan tugas. Menyelam sambil minum air. Yg penting jangan air kali Ciliwung… Hehe…
OK. Masjid ini sepertinya sejak awal dibangun dengan segala keunikannya. Very different than other mosques in the world. Untuk menuju area gedung utama masjid tidak serta merta pengunjung “nak bedunduk” (tiba-tiba) sampai di sana. Ada prosedur yang harus dilalui. Inilah keunikannya. Sekali lagi harus melalui mekanisme yang telah ditentukan. Entah lah, ini khusus untuk wisatawan atau berlaku semua pengunjung masjid yang ingin beribadah. Tapi keknya sih berlaku untuk semua orang yang datang.
Seluk Beluk Masjid
Masjid warna putih dengan ornamen modern yang di-mix lintas budaya, Arab, Persia, Andalusia, dan lain-lain itu terdapat banguan warna hijau bulat berkuncup. Bangunan ini merupakan pintu masuk yang akan menghubungkan bangunan utama masjid melalui jalur bawah tanah. Jangan heran, di setiap sudut ada penjaga keamanan yang sigap, juga ramah. Bahkan kadang ada tentara dengan senjata lengkap.
Berapa banyak pengunjungnya? Jangan tanya dech. Buayakkk bingit setiap harinya. Macem-macem pula orangnya. Ada yang berpakaian “brukut” alias gamis bercadar, bahkan ada pula yang berpakaian minim. Ada yang beragama Islam, Nasrani, Hindu, Buddha, atau bahkan mungkin ada yang tidak beragama sekalipun. Pokoke semua pengunjung dari latar belakang apapun boleh masuk, asal mengikuti aturan.
Saat memasuki bangunan hijau itu, anda akan dibawa otomatis oleh eskalator yang menghubungkan basement. Suasana di basement seperti di mall. Dingin dan nyaman untuk jalan-jalan. Banyak pernak pernik toko yg menjual macam-macam barang dagangan, seperti souvenir, parfum, barang elektronik, juga ada food court utk mereka yang ingin melepas dahaga atau lapar. Sejurus dengan itu, anda harus antri untuk mengisi data persoal di layar elektronik, seperti nama lengkap, kewarganegaraan, tanggal lahir, usia, dan lain-lain. Selesai isi data, lalu submit dan keluarlah kertas dengan barcode antrian yang harus dibawa masuk (seperti foto terlampir).
Selesai? Belum! Begitu anda pegang lembaran printout barcode, anda harus melakukan scan pada alat yang tersedia agar pintu kebuka untuk akses ke masjid. Bukan hanya itu, anda juga harus melalui pintu X-Ray. HP dan tas bawaan harus ditaruh disamping, lalu masuk. Kemudian anda akan melewati lorong panjang bawah tanah sekitar 400-600 meter seperti di bandara. Ada elevator jalan biar kaki nggak pegel. Untuk sampai ke gedung utama masjid dengan jalan kaki memang lumayan pegel sih. Bagi yang punya riwayat asam urat, sebaiknya dipikir lagi. Apalagi punya riwayat rematik, khawatir gempor di tengah jalan. Ups…
Bagi pengunjung wanita yang mengenakan pakaian kurang patut di sekitar masjid, anda akan dipinjami pakaian pantas oleh petugas. Disediakan ruang khusus untuk ganti pakaian sopan. Untuk wanita, pakaian terusan plus penutup kepala. Semacam gamis berkupluk. Ya maklum lah, kan ini masjid yang harus diperlakukan secara sopan. Untuk yang laki-laki saya kurang mencermati, mungkin disediakan seperti celana panjang bagi mereka yang hanya bercelana pendek.
Sesampainya di gedung utama masjid setelah melewati eskalator naik, anda akan diperlihatkan betapa megahnya masjid ini. Di depan pintu masuk ada kolam yang sangat indah, dengan air warna biru. Ada bangunan warna putih dengan kubah besar menghampar luas. Semua lantainya dari marmer kelas wahid. Demikian pula pilar-pilarnya yg kokoh. Entah berapa banyak pilarnya. Saya nggak sempat hitung.
Di luar area gedung utama masjid, anda akan ditemani angin semilir yang membuat badan menjadi adem. Suejukk. Tentu pas bukan musim panas. Anda juga bisa take foto maupun video. Selfie boleh, nge-blog tidak dilarang. Foto bergerombol untuk mengabadikan keindahan masjid nggak apa-apa. Bagi yg sudah merasa sepuh mau berkeliling masjid, silahkan naik mobil golf yg sudah disediakan.
Di samping kanan kiri masjid juga ada kolam-kolam jernih. Ada pilar-pilar tinggi persegi yang berisi lampu-lampu sorot dengan daya listrik ribuan watt. Jika malam hari akan nampak keindahan masjid nan megah dan mentereng ini. Kubah besar, menara tinggi, dan pengeras suara yang indah. Siapapun yang melihat akan berdecak kagum atas kemewahan masjid ini.
Nah, selesai take foto dan video beberapa kali, saya ingin segera sholat. Yang pertama coba saya cari adalah tempat wudhu dan jalan menuju ke ruang utama masjid. Kami bertanya kepada security berperawakan gede hitam: “where is ablution place, brother?” Dijawab: “over there, go down!”, sebelah sana, lalu turun. Ada eskalator seperti di mall, turun, lalu saya berwudhu.
Selesai wudhu, saya naik lagi eskalator menuju gedung utama. Tapi sejenak saya terhenti karena ada antrian panjang. Yang saya heran, kaki-kaki bersepatu/sendal tetap naik masjid. Meski masih di dalam serambi, tapi rasanya tidak nyaman saja. Lalu saya coba ikutin arus antrian, ternyata itu jalur pengunjung ke arah gedung utama masjid.
Sempat ragu sih, akhirnya kami mencari informasi bagaimana bisa shalat di dalam masjid. Lalu petugas mengarahkan kami masuk masjid. Tapiiii, sekali lagi itu bukan area utama masjid yang ada mimbarnya. Hanya bagian agak luar untuk shalat. Nggak mau pikir panjang, setelah lepas sepatu, saya shalat sunnah Tahiyyatul Masjid dan sunnah Hajat. Semoga tanah yang saya sujudi kelak jadi saksi bahwa saya pernah bersimpuh kepada Tuhan di sana. Amin.
Selesai melakukan ritual shalat dan berdoa, saya coba ikuti arus pengunjung yang lagi antri panjang. Begitu sampai di depan pintu area utama masjid, banyak orang berkerumun. Ternyata para pengunjung berhenti di depan pintu area utama untuk lihat-lihat dan ambil foto maupun video ke dalam ruang utama. Memang di sana ada lampu kristal yang amat bagus. Sangat woww pokoknya. Sinarnya sangat kuat, warna warni, dan tidak bosan untuk dipandang.
Apakah pengunjung bisa masuk area utama? Stop! Di depan pintu ada pembatas dan dijaga security. Ini petunjuk bagi siapapun agar pengunjung tidak masuk, meskipun untuk beribadah sekalipun. Yang dibolehkan hanya ambil foto dan video. Dalam hati berkecamuk. Kenapa masjid sehebat ini hanya untuk wisata saja? Hanya dilihat-lihat? Hanya dikunjungi untuk menyaksikan lampu-lampu kristal?
Sebenarnya, saat saya di depan pintu utama berkumandang adzan Ashar. Tapi yang saya heran, kenapa tidak ada orang beribadah di dalam area utama masjid ini? Mungkinkah masjid ini hanya dipakai saat shalat jumat atau hari raya saja? Atau saat-saat keluarga Amir Emirate akan melakukannya? Entahlah… Maybe yes, maybe no!
Yang jelas, saya punya kesan bahwa masjid ini dibangun dengan kemegahan maksimal. Soal fungsi sepertinya lebih banyak untuk tempat wisata. Kurang lebih begitu. Siapapun boleh datang. Siapapun boleh ambil foto/video untuk posting di Media Sosial.
Hanya saja, yang belum terjawab hingga saya pulang ke tanah air, kenapa masjid hanya untuk wisata? Tentu banyak alasan yang diajukan. Tapi masjid yang seharusnya berfungsi sebagai tempat sujud jadi tidak maksimal. Bukankah masjid dibangun untuk mengagungkan Tuhan?
Saya khawatir masjid besar dengan harga mahal itu hanya untuk bangga-banggaan, bukan utk dijadikan tempat suci dalam rangka menyembah Yang Maha Indah. Atau jangan-jangan pertanyaan saya yang salah karena kurang info. Entahlah. Semoga dugaan saya ini salah. (Selesai)
Wallahu a’lam bish-shawab
Thobib Al-Asyhar
Wakil Ketua Komisi Infokom MUI Pusat, Kabag Kerja sama Luar Negeri Kementerian Agama