Oleh KH Masduki Baidlowi, Ketua MUI Bidang Infokom
Setiap kali rapim MUI hari selasa, saya selalu senang jika pimpinan sidangnya Buya Yunahar. Bisa dipastikan, rapat berjalan lebih cepat. Sangat efektif. Selalu fokus pada pokok masalah.
Buya Yunahar tak segan menegur pada setiap pembicara yang elaborasinya melebar dari pokok masalah. Beliau juga acap mengingatkan agar pembicara tak mengulang terhadap substansi yang sudah dibahas sebelumnya.
Pada titik masalah yang sudah dianggap cukup, almaghfurlah segera mengambil kesimpulan dengan mengetok palu sebagai tanda keputusan telah diambil. Beliau, dengan caranya yang tetap sopan, tak peduli lagi pada sejumlah anggota rapat yang mengangkat tangan karena masih ingin bicara. Alasannya sederhana: “banyak terjadi pengulangan yang kurang diperlukan,” ujar beliau dengan logat Sumatera Baratnya yang khas, suatu ketika setengah berbisik.
Setelah diambil keputusan, beliau pun melanjutkan pada agenda rapat berikutnya. Dengan santun namun tetap tegas, tahap demi tahap pembahasan rapat terus berlanjut dengan nada dan suasana seperti itu: tegas, fokus sambil sesekali diselingi guyonan yang segar.
Dengan metode pembahasan rapat seperti itu, Rapim MUI yang dimulai pukul sepuluh pagi itu berlangsung lebih cepat dari biasanya. Jam satu siang atau bahkan lebih cepat lagi, rapat sudah ditutup dengan beberapa kesimpulan yang bernas.
Itulah sepenggal kisah positif yang patut kita contoh dari kehidupan Buya Yunahar Ilyas. Kita, di satu pihak, bersedih karena ditinggalkan beliau. Kita ditinggal oleh sosok yang sungguh sejati menapaki hidup dalam tuntunan ajaran agama, sehingga menjadi salah-satu contoh the best practice untuk kita semua.
Tapi, di pihak lain, kita bangga karena beliau pergi ke hadirat Allah SWT dengan meninggalkan tanda-tanda kebaikan dan kesalihan begitu banyak, sehingga kita sebagai sahabat yakin seyakin-yakinnya bahwa seluruh amal ikhlas beliau diterima di haribaan Allah dan kesalahannya diampuni-NYA.
Untuk Almaghfurlah Buya Yunahar mari kita baca Alfatihah…