Oleh : Oleh KH Dr Mujahidin Nur Lc MA, anggota Komisi Infokom MUI, Direktur Eksekutif Peace Literacy Institute Indonesia
Beberapa hari yang lalu, saya menghadiri Religion Twenty (R 20) di Nusa Dua, Bali, pada 2-3 November 2022. Tampak pimpinan harian Majelis Ulama Indonesia juga turut hadir, yaitu Waketum MUI KH Marsudi Syuhud dan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis.
Momentum prestisius yang dihadiri sekira 338 partisipan dari 32 negara, dengan 45 pembicara dari 5 benua itu saya jadikan sebagai ajang melakukan diskusi-diskusi dan menyerap pandangan-pandangan berbagai delegasi dari berbagai penjuru dunia terkait Peace Literacy yang sedang saya kampanyekan. Saya berdiskusi dengan para rabi Yahudi, uskup, pendeta, ulama, biksu maupun aktifis-aktifis perdamaian dari Benua Afrika, Eropa, Amerika, juga Asia.
Mengawali perhelatan R 20, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), dalam pembukaan Forum R20 mengatakan, “Kami membuat satu panggilan universal dan Anda telah menjawab panggilan kami. Di titik ini saya meyakini bahwa kita semua setuju dan sepakat bahwa R20 bukan sebatas forum semata, namun kita akan mengembangkannya menjadi pergerakan global.”
Gerakan global untuk perdamaian dunia yang berbasis agama adalah pilihan yang sangat tepat. Semua agama dengan ajaran masing-masing memiliki pandangan yang sama, tentang pentingnya perdamaian dunia.
Direktur Beit Midrash for Judaism and Humanity asal Amerika, Rabi Yakov Nagen, berharap gerakan universal R20 ini mampu menemukan jalan keluar pergolakan yang terjadi di Timur Tengah.
Pandangan Rabi Yakov memang benar, bahwa agama harus menjadi bagian dari solusi. Dalam surat resminya yang yang dibacakan Piero Pioppo (Dubes Takhta Suci Vatikan untuk Indonesia), Paus Fransiskus mengatakan bahwa agama tidak bisa berhenti sebagai urusan pribadi, melainkan perlu ambil bagian dalam diskursus dinamika dunia.
Bagaimana agama menjadi solusi atas krisis yang bukan hanya menimpa individu melainkan juga seluruh masyarakat, negara, dan komunitas internasional.
Agama-agama dunia memanggil kita untuk melampaui ilusi otonomi diri kita sendiri, dan membawa visi kita kepada Yang di Atas, Tuhan yang menciptakan kita, untuk menjadi satu keluarga manusia dan yang menawarkan kehidupan dan harapan bagi semua (Kompas, 2/11/2022).
Jauh hari sebelum acara R20 di Bali, Pemimpin Hindu, Ram Madhav, telah memberikan apresiasi luar biasa bagi R20 ini, yang menurutnya, sebagai sarana para pemimpin agama dunia membangun diskusi dan dialog terkait peran agama sebagai solusi persoalan dunia.
R20 akan menjadi bersejarah bila mampu menciptakan sistem nilai yang berpusat pada Tuhan, menggantikan sistem nilai yang berpusat pada agama. Ram Madhav juga mengapresiasi Presiden RI Joko Widodo yang mendorong R20 gagasan PBNU masuk ke dalam agenda Forum Agenda G G20.
Menurut Ram Madhav, NU selaku inisiator Forum R20 telah berjibaku membawa nilai-nilai kemanusiaan ke panggung utama percaturan dunia. NU menolak radikalisme dan eksklusivisme. Sebagai ormas Muslim terbesar di dunia, dengan anggota 90 juta, NU telah mempelopori apa yang dikenal sebagai Islam Kemanusiaan Timur. NU menolak konsep-konsep kafir dan bersikeras menempatkan cinta Tanah Air (NUOnline, 31/10/2022).
Sampai di sini, kita bisa melihat bersama-sama, ada komitmen politik dari seluruh pemimpin dunia untuk menjadikan agama sebagai solusi masalah dunia.
Komitmen politik ini seperti ruh yang mampu menghidupan tubuh, dan seperti akal yang menggerakkan badan. Sebab, tubuh kemanusiaan dan perdamaian sudah ada dalam ajaran setiap agama. Tinggal ruh dan akal yang perlu menggerakkannya.
Kita tahu, agama Hindu mengajarkan Ahimsa, sebuah konsep tentang menjunjung tinggi perdamaian dan memerangi kekerasan berbasis kebenaran Tuhan (Satyagraha).
Dalam agama Yahudi, kita mengenal perayaan Yom Kippur, yang berarti Hari Penebusan atau Hari Pendamaian. Saat ini, pelaksanaan Yom Kippur berfokus pada pertobatan diri, memperbanyak amal dan perbuatan baik, dan menuliskan komitmen mereka di hari-hari mendatang.
Artinya, tubuh ajaran seluruh agama memiliki karakter yang sama, yaitu mempromosikan kemanusiaan, toleransi, pluralisme, dan perdamaian. Hanya saja, tubuh itu perlu dorongan spirit yang lebih kuat untuk bergerak bersama pada tujuan yang satu, yaitu komitmen politik.
Melalui Forum R20 tersebut, komitmen bersama-sama untuk menjadikan agama solusi bagi masalah dunia telah dikobarkan. Di masa depan, kita hanya perlu menunggu keberhasilan perjuangan para pemimpin dunia untuk mewujudkan komitmen mereka.
Pelaksanaan R20 di Bali menjadi simbol atas langkah pertama menyelesaikan masalah global berbasis ajaran agama. Bali sendiri adalah simbol tanah perdamaian, di mana kesenian Islam Aceh dipentaskan di Tanah Hindu. Karenanya, Indonesia adalah teladan kerukunan umat agama di dunia. Di masa mendatang, ketika Forum R20 diagendakan di India, maka kita berharap kerukunan antara umat beragama, khususnya Hindu dan Islam, tampil ke pentas global. India sebagai Tanah Hindu seperti Bali yang juga Tanah Hindu, sama-sama menerima kehadiran Islam.
Sebelum pelaksanaan Forum R20 digelar di India tahun depan, kita berharap para pemimpin agama yang sudah hadir di Bali mampu menjadi pionir dan inspirator untuk menggerakkan agama di negara masing-masing sebagai instrumen kemanusiaan dan perdamaian sehingga ruh agama yang sakral dan penuh kasih sayang mampu membumi dalam kehidupan manusia dan menjadi sumber karakter, etika, moral, dan inspirasi kehidupan untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan damai dimana manusia terjaga kehormatan dan martabat kemanusiaannya. Amien.