Oleh: Mahladi Murni, Pengurus Infokom MUI
Mulai pertengahan November 2021 lalu, Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar serangkaian hajatan besar, yakni Workshop Konten Kreatif. Tak tanggung-tanggung, workshop dilakukan di enam titik yang tersebar di seluruh Indonesia, yakni Bogor (Jawa Barat), Medan (Sumatera Utara), Pontianak (Kalimantan Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Sorong (Papua Barat).
Meskipun dilaksanakan hanya di enam titik, namun setiap titik diikuti utusan MUI provinsi di sekitar titik tersebut. Di Medan, misalnya, diikuti oleh utusan MUI Propinsi Sumatra Utara, Aceh, Sumatra Selatan, Riau, Sumatra Barat, Jambi, dan Bangka Belitung. Begitu juga di Makasar, diikuti utusan MUI dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo.
Yang menarik, peserta yang ikut kebanyakan anak muda. Jumlah mereka sekitar 60 orang untuk tiap titik. Mereka dididik agar punya kemampuan dasar menulis jurnalistik dan membuat konten-konten publikasi di media sosial, serta yang terpenting memiliki kesadaran untuk memanfaatkan teknologi digital guna meramaikan dunia maya dengan konten-konten dakwah yang mencerahkan.
Gerakan ini tentu tidak berhenti sampai di enam titik itu saja. Gerakan ini akan terus bergulir. Bahkan, Komisi Infokom MUI sendiri saat ini tengah menggodok rencana mendirikan Akademi Digital MUI yang tujuannya juga untuk mencetak para mujahid digital yang akan ikut menyemarakkan dunia maya dengan konten-konten mencerahkan.
Langkah MUI menggandeng sebanyak mungkin anak muda untuk ikut menyemarakkan dunia maya dengan konten-konten dakwah terasa sangat tepat. Sebab, tak bisa dipungkiri bahwa saat ini perkembangan teknologi informasi sudah sangat cepat. Sekat-sekat yang dulu membatasi komunikasi sekarang sudah dibuka selebar-lebarnya.
Bahkan, “mimbar” dan “podium” yang dulu hanya bisa dijangkau oleh para dai kondang, sekarang bebas dipakai oleh siapa saja. Seseorang cukup membuka layar komputer atau handphone, maka puluhan bahkan ratusan orang akan mendengar celotehannya. Siapa saja bisa beropini atau membagi cerita di sana. Pesan kebaikan dan keburukan berperang di dunia maya.
Sayangnya saat ini, dalam hal jumlah, pesan-pesan kebaikan kalah jauh dibanding pesan-pesan yang tak memberikan kebaikan. Jumlah berita bohong saja, menurut Badan Intelijen Negara, sebagaimana dipaparkan oleh Kompas.com, mencapai 60 persen dari seluruh konten media sosial yang beredar di Indonesia.
Itu baru berita hoax. Padahal, pesan-pesan berbahaya bukan sekadar hoax. Ada pula pesan-pesan yang mengajak masyarakat untuk beragama secara ekstrem, atau beragama secara liberal. Beragama secara ekstrem maksudnya mengajarkan kekerasan, merusak kerukunan, dan cenderung memaksakan kehendak. Sedang beragama secara liberal maksudnya menjauhkan umat dari agamanya, kehidupan bebas tanpa norma.
MUI sendiri, sebagai wadah bermajelis ormas-ormas Islam di Indonesia, telah berupaya memasyarakatkan Islam wasathiyah, tidak ekstrim dan tidak pula liberal. Islam pada hakikatnya adalah agama yang memberikan solusi pada seluruh alam, mencerahkan umat manusia, mengajak bukan memaksa, dan mengatur bukan mengekang.
Pesan-pesan kebaikan seperti itu tentu harus dipahamkan kepada masyarakat. Teknologi informasi sejatinya adalah sarana yang diberikan oleh Allah Ta’ala untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan tersebut. Dengan sarana itu, dakwah seharusnya bisa dilakukan secara mudah dengan jangkauan yang sangat luas.
Hanya saja, tantangan umat Islam saat ini adalah sedikitnya para dai yang memanfaatkannya. Para dai lebih terbiasa melakukan dakwah secara konvensional. Mereka gigih berdakwah dari masjid ke masjid, atau majelis taklim ke majelis taklim. Padahal, pesan kebaikan yang mereka berikan di masjid dan majelis-majelis tersebut akan jauh lebih masif tersebar jika dibantu oleh teknologi digital.
Karena itulah, sangat tepat bila Komisi Infokom MUI mulai membuat arus kebaikan baru lewat anak-anak muda Muslim. Mereka adalah generasi yang terbiasa dengan teknologi internet. Mereka diajak menjadi mujahid-mujahid digital yang akan menyemarakkan dunia maya dengan pesan-pesan kebaikan. Mereka diajarkan untuk membuat konten sendiri, atau menjadi operator bagi para dai yang tak terbiasa menggunakan teknologi digital. Mereka adalah agen-agen kebaikan yang akan membumikan Islam Wasathiyah di ruang-ruang digital.
Langkah MUI ini perlu mendapat dukungan masyarakat, utamanya generasi muda. Sebab, Allah Ta’ala telah berfirman dalam Alquran surat Al Isra [17] ayat 81 bahwa kebathilan akan bisa dikalahkan dengan cara mendatangkan kebenaran.
Karena itulah kita perlu mendatangkan sebanyak mungkin kebenaran di dunia maya. Arus kebaikan yang sedang dibangun oleh Komisi Infokom MUI ini, jika didukung oleh seluruh komponen masyarakat, maka lama-kelamaan akan menjadi gelombang kebaikan yang akan menyapu bersih informasi-informasi bathil di dunia maya. Semoga Allah Ta’ala meridhai usaha ini. Amin. Wallahu a’lam. ***