Oleh:
Buya Amirsyah Tambunan, Sekretaris Jenderal MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga keummatan yang mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia antara lain untuk melindungi umat (himayatul ummah, melindungi agama (himayatuddin), dan melindungi negara (himayatud daulah) berdiri 17 Rajab 1395 Hijriah, atau 26 Juli 1975 di Jakarta.
Salah satu latar belakang lahirnya MUI adalah karena kesadaran sejaran di mana umat dan Negara tengah membutuhkan wadah untuk mempersatukan organisasi kemasyarakatan Islam (Ormas) untuk melindungi negara (himayatud daulah).
Hasil musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air, antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI, dan Al Ittihadiyyah, empatnorang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Polri serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.
Visi MUI berdiri terciptanya kondisi kehidupan masyarakat, kebangsaan, dan kenegaraan yang baik menuju masyarakat berkualitas demi terwujudnya kejayaan kaum Muslimin dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perjalanan menjalankan visi MUI kini usia memasuki ke-46 tahun. Dalam Milad MUI kali ini perlu melakukan introspeksi atau muhasabah bagi seluruh jajaran MUI sesuai permasalahan yang dihadapi umat dan bangsa saat ini, teruma pada masa pandemi Covid-19 dengan tema: “Ulama, Umaro’ dan Umat Bersatu Menanggulangi Covid-19 dan Dampaknya.”
Untuk mengaktulisasikan visi-misi MUI secara konsisten melaksanakan perannya dalam rangka mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam dan menggalang ukhuwah Islamiyah guna persatuan dan kesatuan umat dan bangsa.
Sedangkan visi kebangsaan, MUI menjaga kedaulatan negara melalui mitra strategis bersama pemerintah (shodiqul hukumah) segaimana yang telah dilakukan para ulama, syuhada yang ikut mendirikan, mengisi, dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dalam konteks ini, MUI bersama komponen bangsa lainnya saat ini tengah menghadapi berbagai permasalahan keumatan dan kebangsaan yang saling terkait. Artinya masalah umat terjadi tidak terlepas dari permasalahan bangsa, sebaliknya permasalahan bangsa juga permasalahan umat antara lain sebagai berikut:
Pertama, permasalahan Pandemi Covid-19 telah menjadi ancaman dan bahaya nyata bagi kehidupan umat dan bangsa, karena nyata telah menelan korban seluruh dunia jumlah kematian 4.134.015 dan khusus di Indonesia 38.325 kasus (20/7/21).
Kedua, permasalahan lain sedang dihadapi bangsa, mulai dari bentuk korupsi sudah menjadi tontonan publik, di mana miskin tuntunan, keteladanan, seperti maraknya narkoba, pornografi, kekerasan terhadap anak, putus sekolah, dan lain lain.
Ketiga, dampak Pandemi Covid-19 bangsa ini tengah menghadapi kesenjangan ekonomi, karena dampak Pandemi Covid-19 timbulnya masyarakat miskin baru terutama masyarakat berada di kelas bawah yang belum berpenghasilan tetap.
Keempat, permasalahan umat, merasakan kekurangan kader ulama, zuama’, cendekiawan yang berkomitmen agar mampu dan terampil dalam menggerakkan kepemimpinan umat melalui lembaga dan organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang berdampak terjadi berbagai penyimpangan moral anak-anak bangsa.
Kelima, permasalahan kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang ahli dalam bidangnya untuk lakukan pendampingan terhadap kebangkrutan moral, sehingga dalam pengamatan penulis di lapangan hampir seluruh lapas di Indonesia penuh dengan tindak pidana kriminal umum dan narkoba.
Sejumlah masalah tersebut diatas pernah kami diskusikan dengan berbagai emelemen bangsa dengan kesimpulan bahwa masalah tersebut terjadi karena banyak faktor, antara lain seperti ditegaskan hadits Rasulullah yang artinya: “Dua golongan manusia, jika mereka baik, akan baik seluruh manusia, dan jika ia rusak, akan rusak seluruh manusia. Mereka adalah para ulama dan umara.” (HR Ibnu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya).
Dalam rangka memperingati Milad ke 46, maka melalui penguatan visi MUI berkomitmen untuk memperbaiki permasalahan keumatan dan kebangsaan dengan langkah strategis yang dapat dilakukan oleh umat dan bangsa bersama MUI antara lain:
Pertama, MUI terus berupaya meneguhkan jati dirinya sebagai “organisasi ulama waratsatul anbiya” yang memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal perjalanan umat Islam dan bangsa Indonesia ke depan menuju Negara yang aman, damai, dan penuh dengan lindungan dan ampunan Allah (baldatun thayyibatun warabbun ghafur).
Kedua, para ulama dan khususnya pengurus MUI terus berkomitmen berbenah diri agar memiliki ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang keagamaan dan bidang lainnya secara mendalam, sehingga dengan kapasitas keilmuan sesuai keahliannya dapat memberikan solusi terhadap kemiskinan baik kemiskinan iman maupun kemiskinan ilmu pengetahuan yang berimplikasi kepada kemiskinan struktural dan kultural.
Ketiga, dengan ilmu pengetahuannya yang mendalam disertai dengan watak kearifan, ketakwaannya, para ulama, zuama’ dan cendikiawan yang bergabung di MUI menjadi tempat bertanya dan tumpuan harapan umat dan bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini sejalan dengan QS Asy- Syu’ara [26] ayat 197 dan QS Fathir (35) ayat 28. Para ulama harus memberi contoh untuk terus-menerus belajar sebagaimana para ulama salafus shalih terdahulu.
Keempat, MUI terus berikhtiar memberikan kontribusi dalam meningkatkan peranannya guna menyelesaikan persoalan-persoalan dunia internasional, khususnya yang menimpa umat Islam di berbagai belahan dunia. Setidaknya, MUI bersama ulama-ulama lain di Indonesia memberikan masukan kepada Pemerintah RI agar meningkatkan keaktifannya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan umat Islam di dunia inter nasional, seperti masalah Palestina, Rohingya, Kashmir, Pattani, Moro, dan sebagainya.
Kelima, MUI tengah merumuskan pendidikan karakter bangsa dengan mengintegrasikan materi pendidikan pendidikan Islam yang ideal dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi untuk menentukan konsep pembentukan insan-insan yang memiliki integritas, kapasitas serta akseptabilitas dalam rangka membangun umat dan bangsa yang bermartabat.
Keenam, selama ini peran MUI telah melakukan upaya dalam mengawal isi media massa, dalam hal “mengawal media massa”, dengan melakukan monitor dan bimbingan terhadap media online Islam sehingga media-media itu semakin berkualitas isinya yang mencerahkan dan mencerdaskan, sehingga umat dan bangsa terhindar dari berita fitnah, adu-domba (namimah), hoax, dan lain-lain.
Ketujuh, guna meningkatkan kemandirian MUI melalui kerja sama dengan pemerintah bersama lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya dalam menanggulangi Covid 19 dan pemulihan ekonomi nasional untuk kepentingan umat dan bangsa.
Kedelapan, bersama majelis-majelis agama terus menerus melakukan dialog kebangsaan dalam rangka menjaga kerukunan umat beragama, karena MUI menyadari bahwa Indonesia berada pada posisi dan berbagai latar belakang penganut agama, etnis, suku dari Sabang sampai Marauke. Untuk itu kebhinekaan merupakan perekat bangsa yang harus disosialisasikan kepada semua elemen bangsa, sehingga bangsa ini tetap utuh.
Akhirnya kritik dan saran dari berbagai pihak dalam memontem Milad MUI sangat diperlukan sehingga MUI dapat menjalankan visi tersebut untuk melindungi umat dan bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Wallahu a’lam bish-shawab.