Oleh : KH Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI
Dulu sebelum Nabi Muhammad , shollallahu ‘alaihi wasallam, diutus, kebiasaan bangsa Arab menjadikan anak perempuan sebagai aib dalam keluarganya. Mereka tidak senang jika mendengar kabar kalau anaknya melahirkan bayi perempuan. Stigma negatif dan diskriminatif terhadap jenis anak perempuan pada zaman jahiliyah dikisahkan dalam Alquran:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
يَتَوَٰرَىٰ مِنَ ٱلْقَوْمِ مِن سُوٓءِ مَا بُشِّرَ بِهِۦٓ ۚ أَيُمْسِكُهُۥ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُۥ فِى ٱلتُّرَابِ ۗ أَلَا سَآءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat marah. Lalu dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang diterimanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah, alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan.” (QS An-Nahl [16]: 58-59).
Nabi Muhammad shollallahu’alaihi wasallam hadir membawa risalah suci mengentas hak dan martabat perempuann dari keterpurukan. Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad telah mengubah dan menghilangkan perlakuan jahiliyah, termasuk cara menempatkan dan memperlakukan orang perempuan.
Dalam ajaran Islam tidak membenarkan perilaku diskriminatif antara laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada warna kulit, adat, suku dan jenis kelamin. Manusia dimuliakan atas dasar ketakwaan dirinya kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal”. (QS Al-Hujarat : 13)
Pesan Alquran yang universal ini telah menghapus kasta dalam masyarakat Arab. Nasab, harta, bentuk rupa, jenis kelamin atau status pekerjaan yang menentukan keutamaan hamba Allah, tetapi ketakwaan.
إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Sungguh Allah tidak melihat bentuk dan rupa kalian, melainkan melihat hati (iman dan takwa) kalian.” (HR Muslim)
Islam tidak melarang berusaha bagi pasangan suami istri agar dikaruniai anak laki-laki. Yang tidak boleh itu “mengingkari” atau tidak senang atas pemberian Allah jika keduanya dikaruniai anak perempuan.
Menurut Imam Al-Ghazali, kita tidak boleh beropsesi punya anak laki-laki lalu kemudian mengeyampingkan nikmat Allah berupa anak perempuan. Karena sama-sama tidak tahu dihari kemudian, mana di antara mereka antara anak laki dan perempuan yang lebih sayang kepada kedua orangtuanya.
Pasangan suami-istri jika ingin punya anak laki-laki, maka bisa berusaha (ikhtiar) dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut;
Berdoa
Doa merupakan ikhtiar yang sangat penting, sebab dengan doa kita memohon kepada Allah, Dzat yang akan menciptakan keturunan, agar berkenan menciptakan bayi laki-laki dari rahim istri. Allah telah memerintahkan hambaNya untuk berdoa, dan Dia pasti akan mengabulkannya.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ
Dan Rabbmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. “
(QS Al-Mu’min [40]: 60).
Syekh Muhammad at-Tahami Ibnu Madani, dalam kitab Qurrotul ‘Uyun, halaman 149 menjelaskan:
مَنْ اَرَادَ اَنْ يُوْلَدُ لَهُ ذَكَرٌ فَلْيُسَمِّ حَمْلَ امْرَأَتِهِ بِاسْمِ مُحَمَّدِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
“Barangsiapa menginginkan untuk anak laki-laki, maka memberi nama ketika istrinya hamil, dengan nama Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam.” Dalam penjelasan lain terdapat doa sebagai berikut:
اللهم ان كنت خلقت خلقا فى بطن هذه المرأة فكوّنه ذكرا واسميه احمد بحق محمد صلى الله عليه وسلم رب لاتذرنى فردا وانت خير الوارثين.
“Ya Allah apabila engkau berkehendak menciptakan seorang makhluq di dalam perut wanita ini, maka jadikanlah anak laki-laki dan akan aku beri nama Ahmad, dengan bertawasul kepada Muhammad Shollallahu’alaihi wasallam, wahai Tuhanku jangan engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan engkaulah waris yang paling baik. ( Sa’adah Ad-Daroin, halaman 655). Doa ini bisa dibaca sambil memegang perut istrinya.
Mengatur pola hubungan intim
Masih dalam kitab Qurrotul ‘Uyun juga dijelaskan:
وَاِذَا اَرَادَ تَكْوِيْنَ الْوَلَدِ ذَكَرًا فَلْيَأْمُرْهَا بِالنَّوْمِ عَلَى شِقِّهَا الْاَيْمَنِ عِنْدَ فَرَاغِهِ وَالْاُنْثَى بِلْعَكْسِ
“Jika suami ingin memiliki anak laki-laki, hendaknya ia meminta istrinya agar tidur miring ke kanan setelah selesai bersetubuh. Jika ingin anak perempuan, hendaklah miring ke kiri.”
وَقَالَ ابْنُ عَرْضُوْنَ : قَالَ صَاحِبُ 《الْاِيْضَاحِ》 : يَنْبَغِى اِذَا اَحَسَّ بِالْاِنْزَالِ اَنْ يَمِيْلَ عَلَى جَنْبِهِ الْاَيْمَنِ، وَكَذَلِكَ اِذَا انْتَزَعَ يَمِيْلَهِا اَيْضًا عَلَى جَنْبِهَا الْاَيْمَنِ، فَإِنَّ الْوَلَدَ يَنْعَقِدُ ذَكَرًا اِنْ شَاءَ اللّٰه تَعَالَى.
“Imam Ibnu ‘Ardhun berkata; pengarang kitab Al-Idhoh menjelaskan: ketika suami merasa akan ejakulasi, hendaknya dia miring ke arah lambung sebelah kanan. Begitu pula ketika ia ingin melepas kemaluan, hendaknya memiringkan istri ke arah lambungnya sebelah kanan. Insyaallah anaknya akan menjadi laki-laki.”
Mengikuti anjuran medis
Usaha untuk mendapatkan anak laki-laki, selain dengan cara memohon (doa kepada Allah dan mengatur cara berhubungan intim, bisa juga menggunakan teori-teori medis, seperti mengonsumsi makanan yang mengandung banyak sodium dan potassium seperti pisang dan stroberi, atau memperbanyak mengonsumsi daging.