• Redaksi
  • Kontak
  • Kirim Tulisan
Minggu, Juni 8, 2025
  • Login
Majelis Ulama Indonesia
  • Home
  • Profil
    • Sejarah MUI
      • Kepengurusan MUI 2015-2020
      • Komisi 2015-2020
        • Komisi Fatwa 2015-2020
        • Komisi Informasi dan Komunikasi 2015-2020
        • Komisi Hukum dan Perundang-undangan (Kumdang) 2015-2020
        • Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat 2015-2020
        • Komisi Pendidikan dan Kaderisasi 2015-2020
        • Komisi Pengkajian dan Penelitian 2015-2020
        • Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga (PRK) 2015-2020
        • Komisi Ukhuwah Islamiyah 2015-2020
        • Komisi Kerukunan AntarUmat Beragama 2015-2020
        • Komisi Pembinaan Seni Budaya Islam 2015-2020
        • Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU) 2015-2020
        • Komisi Luar Negeri dan Hubungan Internasional 2015-2020
    • Kepengurusan MUI
    • Komisi
      • KOMISI FATWA
      • KOMISI UKHUWAH ISLAMIYAH
      • KOMISI PENDIDIKAN DAN KADERISASI
      • KOMISI DAKWAH
      • KOMISI PENGKAJIAN DAN PENELITIAN
      • KOMISI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
      • KOMISI PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT
      • KOMISI PEREMPUAN, REMAJA DAN KELUARGA
      • KOMISI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
      • KOMISI KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
      • KOMISI HUBUNGAN LUAR NEGERI DAN KERJASAMA INTERNASIONAL
    • Lembaga
      • LPPOM MUI
      • Dewan Syariah Nasional
      • LSP Majelis Ulama Indonesia
      • Dewan Halal Nasional
      • Islamic Dakwah Fund (IDF)
      • LPBKI – Lembaga Tashih
      • LSP DSN MUI
      • PINBAS
      • Basyarnas MUI
      • LPLH & SDA
        • Eco Masjid
      • Ganas Annar
      • LPBKI
  • Berita
    • Hoax
  • Produk
    • Majalah
    • Infografis
    • TV MUI
  • Fatwa
  • Konsultasi
    • Tanya Ulama
    • Bimbingan Syariah
      • Aqidah Islamiyah
      • Tuntunan Ibadah
      • Ekonomi Syariah
      • Etika Sosial/Politik
      • Hukum Keluarga
      • Paradigma Islam
    • Tanya Jawab Keislaman
      • Akhlaq
      • Aqidah
      • Ibadah
      • Muamalah
    • Jadwal Layanan Konsultasi
  • Khutbah
  • MUI Provinsi
    • MPU Aceh
    • MUI Sumatera Utara
    • MUI Sumatera Barat
    • MUI Lampung
    • MUI DKI Jakarta
    • MUI Jawa Barat
    • MUI Jawa Tengah
    • MUI Jawa Timur
    • MUI Sulawesi Selatan
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sejarah MUI
      • Kepengurusan MUI 2015-2020
      • Komisi 2015-2020
        • Komisi Fatwa 2015-2020
        • Komisi Informasi dan Komunikasi 2015-2020
        • Komisi Hukum dan Perundang-undangan (Kumdang) 2015-2020
        • Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat 2015-2020
        • Komisi Pendidikan dan Kaderisasi 2015-2020
        • Komisi Pengkajian dan Penelitian 2015-2020
        • Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga (PRK) 2015-2020
        • Komisi Ukhuwah Islamiyah 2015-2020
        • Komisi Kerukunan AntarUmat Beragama 2015-2020
        • Komisi Pembinaan Seni Budaya Islam 2015-2020
        • Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU) 2015-2020
        • Komisi Luar Negeri dan Hubungan Internasional 2015-2020
    • Kepengurusan MUI
    • Komisi
      • KOMISI FATWA
      • KOMISI UKHUWAH ISLAMIYAH
      • KOMISI PENDIDIKAN DAN KADERISASI
      • KOMISI DAKWAH
      • KOMISI PENGKAJIAN DAN PENELITIAN
      • KOMISI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
      • KOMISI PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT
      • KOMISI PEREMPUAN, REMAJA DAN KELUARGA
      • KOMISI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
      • KOMISI KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
      • KOMISI HUBUNGAN LUAR NEGERI DAN KERJASAMA INTERNASIONAL
    • Lembaga
      • LPPOM MUI
      • Dewan Syariah Nasional
      • LSP Majelis Ulama Indonesia
      • Dewan Halal Nasional
      • Islamic Dakwah Fund (IDF)
      • LPBKI – Lembaga Tashih
      • LSP DSN MUI
      • PINBAS
      • Basyarnas MUI
      • LPLH & SDA
        • Eco Masjid
      • Ganas Annar
      • LPBKI
  • Berita
    • Hoax
  • Produk
    • Majalah
    • Infografis
    • TV MUI
  • Fatwa
  • Konsultasi
    • Tanya Ulama
    • Bimbingan Syariah
      • Aqidah Islamiyah
      • Tuntunan Ibadah
      • Ekonomi Syariah
      • Etika Sosial/Politik
      • Hukum Keluarga
      • Paradigma Islam
    • Tanya Jawab Keislaman
      • Akhlaq
      • Aqidah
      • Ibadah
      • Muamalah
    • Jadwal Layanan Konsultasi
  • Khutbah
  • MUI Provinsi
    • MPU Aceh
    • MUI Sumatera Utara
    • MUI Sumatera Barat
    • MUI Lampung
    • MUI DKI Jakarta
    • MUI Jawa Barat
    • MUI Jawa Tengah
    • MUI Jawa Timur
    • MUI Sulawesi Selatan
No Result
View All Result
Majelis Ulama Indonesia
No Result
View All Result
Home MUI Provinsi MUI Lampung

Opini: Kidung Cinta Ditengah Kekerasan

mui-prov by mui-prov
15 April 2022
in MUI Lampung
0
opini:-kidung-cinta-ditengah-kekerasan
35
SHARES
90
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kidung Cinta Ditengah Kekerasan
Oleh: H. M Soffa Ihsan
Pengurus MUI Pusat Komisi Ukhuwah Islamiyah
Marbot Rumah Daulat Buku (Rudalku)

Ketika dunia digebrak dan teror sadis digelar untuk sebuah tujuan absurd. Ketika bom pemusnah menyemburkan api kematian, lalu sepakat; War Againts Terrorism. Tapi kegilaan terus menderu atau-seperti kata Julia Kristeva-terus memerangkap manusia dalam kebinatangan dan fantasi kekejaman, bercak darah dan kematian. Maka jagad manusia tak pernah sepi dari nyinyir darah, tubuh yang terarak oleh massa, lebam, berceraiberai, muka-muka garang eksekutor, atau muka-muka pasi keluarga korban.

Kaum pemuja kekerasan berpijak pada suatu ideologi yang menjadikan mereka separatis, anarkhis, pemberontak, nasionalis, revolusioner atau pemeluk agama yang  radikal. Rata-rata, mereka terpincuk oleh fanatisme yang kuat. Tetapi, apapun dasar pijakannya, sebagai teroris mereka ditandai oleh tindakan kekerasan yang ditujukan kepada penduduk biasa atau non-combatting, yang tak dipersenjatai dengan sasaran mencapai khalayak yang lebih luas. Dengan cara ini, mereka berharap memperoleh pengaruh politik yang jauh lebih besar, diakui keberadaannya oleh masyarakat. Seperti digambarkan oleh Albert Camus dalam sandiwaranya Les Justes bahwa karena tujuan mereka hanyalah memberikan gangguan dimana saja, sampai tujuan politik mereka dikabulkan.

Kidung Cinta

Kaum sufi-kata Abul Husein al-Nuri-adalah manusia yang paling bijak di antara seluruh umat manusia. Ketika banyak orang memburu karunia Tuhan, sang sufi justru merindukan keintiman dengan Tuhan. Ketika semua orang mengejar dan memuaskan diri dengan sifat-sifat, sang sufi mencari esensi  ilahiah dan tak menjunjung tinggi apapun kecuali esensi itu. Ketika banyak orang menampilkan kekuatannya, sang sufi menyendiri seraya berdoa, memohon kasih bagi mereka. Ketika banyak orang berlomba untuk dipuji, sang sufi justru melahiriahkan keburukan dirinya (malamatiyah). Ketika sufi Bayazid al-Busthami dipukul anak muda dengan seruling, ia justru mengganti kerusakan seruling dengan sejumlah uang dan makanan. Ketika Abu Hasan Busanji ditinju oleh seseorang, ia justru memaafkannya. Ketika Abu Ali Rudbari dipukul kepalanya oleh seseorang dengan kendi, ia malah menghiburnya, hingga orang itu lupa akan rasa malunya dan kembali riang.

Artikel Terkait  Mahasiswa KPI Helat Pameran Fotografi Bertajuk “Amerta”

Bagi kaum sufi, tidak melakukan perlawanan memiliki dua aspek. Pertama, tersinggung adalah sifat eksistensi diri dan egosentris, sedangkan sufi adalah “tanpa ego”. Jadi barangsiapa yang kesal dan melakukan kekerasan, masihlah ia seorang yang sadar akan identitas dirinya terpisah dari Tuhan. Lebih jauh, ia malah orang yang menyekutukan yang lain dengan Tuhan, bukannya seorang yang bertauhid. Kedua, sufi adalah seorang yang berpasrah diri kepada Tuhan dan berpuas diri dengan kehendak-Nya. Apapun penderitaan dan kehinaan menimpanya, ia justru menganggapnya sebagai kiriman ilahi.

Semua itu dimungkinkan, karena jalan yang ditempuh kaum sufi adalah “jalan cinta”. Jalan cinta ini bukan melalui pemikiran, melainkan jalan penghayatan dan pengamalan jiwa yang bergerak tiada batas (la nihayata lah). Tuhan didekati melalui cinta, dan hanya melalui keagungan dan rahmat ilahi, intimasi (al-uns) bersamanya bisa tercapai. Dalam sufisme, cinta dan pengetahuan tidak bakal pernah benar-benar bisa dipisahkan.

Masing-masing tarekat sufi hanya menekankan satu segi tanpa pernah menafikan segi lainnya. Sesungguhnya cinta sufi (‘syq) dipahami kaum sufi sebagai realisasi aspek gnosis (ma’rifah). Metafisika paling murni, jika hanya bercorak teoritis adalah kecil dibandingkan dengan realisasinya dalam jiwa manusia. Ia adalah sejenis cinta yang dikawinkan dengan gnosis serta mengantarkan pada keesaan Allah (tauhid) yang akan mengatasi semua bentuk dualitas, bahkan dualitas yang ada antara sang pecinta dan kekasih. Dari sini, bisa dipahami bila al-Ghazali menempatkan al-Hallaj dan Abu Yazid al-Bustami sebagai orang yang telah mencapai puncak hakikat tauhid (khawash al-khawash).

Para guru sufi senantiasa berjuang keras untuk membangkitkan sebuah sikap persahabatan yang saling menguntungkan dan pelayanan (khidmah) kepada sesama umat manusia tanpa beda serta mendukung perkembangan kualitas-kualitas yang tersimpuh dalam potensi setiap individu. Seperti yang terungkap secara herois dan tulus dalam kata-kata Abu Hasan al-Kharaqani:”sekiranya aku dapat mati demi semua umat manusia, sehingga aku tidak perlu menunggu kematian”.

Artikel Terkait  Pesantren Baitun Nur Tanggulangin, Punggur, Tuan Rumah Pelatihan Kepemimpinan Dasar GP Ansor

Dalam tradisi kesufian terdapat doktrin tentang etika spiritual atau yang disebut dengan “futuwwah” yakni segebung kualitas positif dari kepribadian manusia seperti kejujuran, keterusterangan dan kejernihan fikiran. Qani’i Thusi menggambarkan bahwa permata mahkota tubuh adalah kebajikan (muruwwah) dan kebajikan adalah tanda etika (futuwwah). Etika ini tidak menyebabkan sakit hati, membiarkan diri congkak dan memandang orang lain hina, membuat hati jauh dari kedengkian, tidak pernah merusak diri dengan perbuatan salah serta berharap dunia damai dan unggul.

Jalan yang dipilih sufi adalah pancaran dari kepekaan intuisi. Bagi sufi, sebuah pilihan rasional sesungguhnya hampa secara spiritual dan bisa menyeret kegamangan secara moral dan sosial. Jalaluddin Rumi menggambarkan bahaya ini dalam kisah perdebatan antara pencuri buah aprikat dan pemilik kebun. Keduanya saling beradu alasan dalam mendukung tindakannya. Maka antara tindakan mencuri dan penyiksaan pemilik kebun terhadap si pencuri itu menjadi kabur, tertelikung oleh alasan rasional.

Periskiran terhadap aspek nalar bukan berarti sufisme kemudian menjadi larut dalam “gula-gula esoterisme” yang terpancang pada rasa manis estetika yang subtil dan memberantakkan kebutuhan aktivisme. Dengan melukar penalaran yang formalis, sufisme justru hendak membelalakkan mata atas kekerdilan cara pandang yang hanya menekuri sisi-sisi skriptural dalam agama. Sufisme hendak mencairkan upaya reduksionisme pola pikir yang dualistik yang hanya akan memantik ekstrimisme.

Dalam tilikan sejarah, justru sufisme  klasiklah yang menunjukkan gerak aktivisme melawan segala bentuk ekstrimitas. Sufisme bergerak secara oposisif terhadap praktik-praktik kepicikan pemahaman keagamaan yang berwujud pada pembedakan radikal atas umat manusia atau pemberangusan terhadap kemanusiaan. Gerakan oposisi yang dilokomotifi oleh Hassan Bashri adalah sebuah contoh gerakan tasawuf yang paling fasih menentang despotisme politik pemerintahan dinasti Umawiyah di Damaskus. Gerakan sufisme  yang demikian adalah replika suatu gerakan yang berhimpitan (interwoven) dengan universalisme empati kemanusiaan.

Artikel Terkait  Guru Besar di MUI Sulsel Bertambah, Ketum Harap Penguatan Dakwah – Majelis Ulama Indonesia

Tentu sangat berbeda, bila gerakan keagamaan merekah dari sudut pandang keagamaan yang formal-ideologis seperti pada gerakan Jamaah Islamiyah, Hizbut Tahrir, Ikhwan al-Muslimin, Thaliban, al-Qaedah atau gerakan ektrem dan puritan lainnya yang saat ini tengah mekar bak cendawan di musim hujan. Gerakan-gerakan seperti ini akan mudah terjungkang pada kerangkeng ekstrimisme yang justru ditangkis oleh sufisme, karena mencanangkan penafsirannya lebih pada teks-teks kitab suci secara dzahiri. Sebaliknya, kaum sufi lebih memahami teks-teks suci secara isyari dan ta’wili.

Nah, dalam situasi apapun, tasawuf tetaplah abadi sebagai penjaga gawang “kesucian” dengan mekanisme dasarnya yaitu pengendalian diri. Bagi sufi: “hasrat tidak dapat dilawan dengan hasrat, melainkan dengan hati yang berbinar (nur al-qudsi).

Tags: MUI Provinsi
Majelis Ulama Indonesia

© 2023 Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia

Navigate Site

  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Sejarah MUI
      • Kepengurusan MUI 2015-2020
      • Komisi 2015-2020
    • Kepengurusan MUI
    • Komisi
      • KOMISI FATWA
      • KOMISI UKHUWAH ISLAMIYAH
      • KOMISI PENDIDIKAN DAN KADERISASI
      • KOMISI DAKWAH
      • KOMISI PENGKAJIAN DAN PENELITIAN
      • KOMISI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
      • KOMISI PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT
      • KOMISI PEREMPUAN, REMAJA DAN KELUARGA
      • KOMISI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
      • KOMISI KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
      • KOMISI HUBUNGAN LUAR NEGERI DAN KERJASAMA INTERNASIONAL
    • Lembaga
      • LPPOM MUI
      • Dewan Syariah Nasional
      • LSP Majelis Ulama Indonesia
      • Dewan Halal Nasional
      • Islamic Dakwah Fund (IDF)
      • LPBKI – Lembaga Tashih
      • LSP DSN MUI
      • PINBAS
      • Basyarnas MUI
      • LPLH & SDA
      • Ganas Annar
      • LPBKI
  • Berita
    • Hoax
  • Produk
    • Majalah
    • Infografis
    • TV MUI
  • Fatwa
  • Konsultasi
    • Tanya Ulama
    • Bimbingan Syariah
      • Aqidah Islamiyah
      • Tuntunan Ibadah
      • Ekonomi Syariah
      • Etika Sosial/Politik
      • Hukum Keluarga
      • Paradigma Islam
    • Tanya Jawab Keislaman
      • Akhlaq
      • Aqidah
      • Ibadah
      • Muamalah
    • Jadwal Layanan Konsultasi
  • Khutbah
  • MUI Provinsi
    • MPU Aceh
    • MUI Sumatera Utara
    • MUI Sumatera Barat
    • MUI Lampung
    • MUI DKI Jakarta
    • MUI Jawa Barat
    • MUI Jawa Tengah
    • MUI Jawa Timur
    • MUI Sulawesi Selatan

© 2023 Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia