Bandar Lampung: Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Lampung mengadakan seminar pemuda agen perdamaian, di Riks cafe, pada Kamis, (15/12/22). Seminar yang bertemakan “Perlibatan Pemuda Dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme”, menghadirkan narasumber Kakanwil Kemenag Puji Raharjo, S.Ag., S.S., M.Hum, Kabinda Lampung Brigjen Pol Hasena, S.I.K., M.M., PWNU Lampung, Prof. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I., Kabid Penelitian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Lampung Dr. Abdul Qodir Zaelani, M.A., pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan.
Puji Raharjo S.Ag., S.S., M.Hum., Kakanwil Kemenag Lampung, dalam pemaparan menjelaskan tantangan masyarakat saat ini yaitu karena paham yang berlebih dan ketaatan terhadap guru dalam beragama sehingga rela mengesampingkan martabat kemanusiaan.
“Kita sebagai warga bangsa saat ini menghadapi setidaknya empat tantangan, pertama berkembangnya cara pandang dan sikap praktik beragama yang berlebihan sehingga mengesampingkan martabat kemanusiaan itulah yang disebut BNPT sebagai ekstrisme, ” ujarnya.
Paham-paham seperti ini, lanjutnya, berkembang di masyarakat karena adanya semangat dan ketaatan tinggi kepada guru dan sebagainya, sehingga kepatuhannya rela mengorbankan hal lain yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri.
“Banyak terjadi sekarang di beberapa daerah yang melakukan hal yang merugikan salah satunya bom bunuh diri”, jelasnya.
Menurutnya, tantangan ini bisa ditangkal dengan memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat.
“Tantangan yang kedua yaitu berkembangnya klaim kebenaran subjektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh ekonomi dan politik,” ulasnya.
Untuk mengatasi berkembangnya klaim subjektif, menurutnya, harus dikelola tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan berbangsa.
“Tantangan yang ketiga yaitu berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI, menurut saya tantangan ini yang sangat berbahaya,” tegas Puji.
Tiga hal ini, menurutnya, yang menjadi alasan Kementerian Agama dan pemerintah untuk mengembangkan moderasi beragama agar hilangnya paham radikalisme dan ekstrimisme.
“Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan perilaku beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama. Jadi ketika kita membawa agama keruang bersama itu yang kita bawa esensinya bukan casingnya ini yang dinamakan moderasi beragama,” jelas Puji.
“Kita semua harus menjadi juru damai yang menyebar kedamaian beragama secara santun, beragama secara mudharat sehingga terciptanya kerukunan antar umat beragama”, pungkasnya. (Heni Rahmawati/AQJ)