JAKARTA – Belum lama ini masyarakat Indonesia digegerkan dengan viralnya video seorang qariah yang tengah membaca Alquran disawer jamaah yang hadir di Pandeglang, Serang, Banten.
Menyoroti kejadian tersebut, bagaimanakah sebenarnya yang harus dilakukan seorang Muslim manakala berinteraksi dengan Alquran? Sederhananya, jawaban yang dibutuhkan adalah pengetahuan bagi setiap Muslim tentang adab membaca dan mendengarkan Alquran.
Imam Nawawi ad-Dimasyqi dalam kitabnya At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an menyebutkan beberapa adab dalam membaca Alquran, di antaranya:
Pertama, niat ikhlas. Diwajibkan bagi seseorang yang membaca Alquran untuk ikhlas dan memelihara etika ketika berhadapan dengannya. Hal ini dikarenakan membaca Alquran bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
Kedua, membersihan mulut. Apabila seseorang akan membaca Alquran hendaknya dia membersihkan mulutnya dengan siwak atau lainnya.
Apabila rongga mulutnya terkena najis yang berasal dari darah atau lainnya, maka makruh baginya membaca Alquran sebelum membasuhnya.
Ketiga, dalam kondisi suci. Sebaiknya orang yang hendak membaca Alquran berada dalam kondisi suci dan boleh jika dia dalam keadaan berhadas berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin.
Keempat, berada di tempat yang suci. Hendaknya ketika membaca Alquran, seseorang berada di tempat yang bersih dan nyaman. Mayoritas ulama menganjurkan di masjid karena merupakan tempat yang mulia, serta tempat untuk melakukan ibadah lainnya, seperti itikaf.
Kelima, menghadap kiblat. Hendaknya orang yang membaca Alquran di luar shalat dianjurkan untuk mennghadap kiblat.
Bersikap khusyuk dan tenang jiwa raganya, seakan-akan dia tengah berada di hadapan sang guru. Sikap tersebut menurut Imam Nawawi lebih sempurna.
Keenam, memulai bacaan Alquran dengan isti’adzah dan membiasakan mengawali setiap surah dengan basmalah, kecuali surat at-Taubah.
Selain berlakunya adab bagi pembaca Alquran, perlu diperhatikan pula adab bagi mereka yang mendengarkan bacaan tersebut.
Hal ini sebagai bentuk pemuliaan terhadap Alquran yang merupakan kalam ilahi, bukan bacaan karangan manusia seperti koran, buku, majalah dan sebagainya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Imam as-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan fi Ulumil Qur’an menjelaskan:
يُسَنُّ الِاسْتِمَاعُ لِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَتَرْكُ اللَّغَطِ وَالْحَدِيثِ بِحُضُورِ الْقِرَاءَةِ قَالَ تَعَالَى {وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ} .
“Disunnahkan untuk mendengarkan al-Qur’an dengan seksama, tanpa membuat gaduh dan bicara sendiri. Karena Allah SWT berfirman: Dan ketika Alquran dibacakan, maka dengarkanlah. Agar supaya kalian mendapatkan rahmat”. (Lihat Al-Itqan fi Ulumil Qur’an, Juz 1, h 381)
Pendapat Imam as-Suyuthi tersebut bersandar pada firman Allah SWT dalam surat al-A’raf ayat 204, yaitu:
وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Jika dibacakan Alquran, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati.”
Dalam kitab Tafsir al-Munir, Syekh Wahbah Zuhaili berpendapat bahwa ayat di atas memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan bacaan Alquran supaya memahami dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat tersebut.
Oleh sebab itu, bagi yang mendengarkan bacaan Alquran hendaknya tidak berbicara (diam) dan khusyuk agar dapat berfikir untuk mentadaburi maknanya.
Demikianlah penjelasan mengenai adab membaca dan mendengarkan Alquran. Oleh sebab Alquran merupakan kalam ilahi serta mukjizat agung Nabi Muhammad SAW, sudah seharusnya setiap muslim mengetahui adab dalam berinteraksi dengannya.
Bukan sekadar dibaca dan didengarkan, melainkan penghayatan dan implementasi makna dari ayat-ayat Alquran adalah sebuah keutamaan.
Dengan begitu, benarlah bahwa Alquran merupakan pedoman hidup bagi umat manusia hingga akhir zaman. Wallahu’alam. (Isyatami Aulia, ed: Nashih)